Berawal dari kecurigaan kami melihat bercak merah di popok Umar. Tepatnya di basahan pipisnya. Mengundang tanya, tapi entah kenapa ada pikiran ini darah. Ditunggu beberapa hari, warna kemerahan ini kerap muncul. Kami tidak akan segera membawa Umar berobat, kecuali memang dibutuhkan. Selain alasan waktu dan materi, memahami diri sendiri itu perlu dilakukan. Karena bagaimanapun kita sendiri yang bertanggungjawab pada jasad ini dan keluarga kita.
Bukan salah lagi, bila kami mencari tahu melalui search engine idaman generasi ini. Ada beberapa kemungkinan dari hasil mencocokkan gejalan yang ditemui pada Umar. Kami memutuskan untuk berobat menggunakan BPJS, sebuah keputusan yang didasari pada kemungkinan yang berujung pada tindakan bedah. Perkara berobat ini memang cukup menyita perhatian khusus pada waktu itu. Karena sesuai faskes yang terdaftar, kami sekeluarga adalah warga Jakarta sesuai catatan DukCaPil.
Singkat cerita kami berobat ke faskes pertama di Klink Dewi di bilangan Jati padang, klinik yang sangat baik ini sebuah fasilitas kesehatan yang menyenangkan untuk dikunjungi. Terutama dari ruangan klinik berikut ruang tunggu yang enak di mata. Tidak berbelit belit, dokter di klinik menganjurkan rujuk kerumah sakit setelah melakukan beberapa pemeriksaan. Kami memilih RSUD Pasar Minggu untuk tujuan selanjutnya. Karena memang itu rumah sakit terdekat dan memiliki reputasi baik. Faktanya memang rumah sakit yang diresmikan tahun 2015 ini memiliki ruang tunggu yang luas dan memadai.
Di RSUD Pasar Minggu kami berkonsultasi dengan salah satu spesialis anak, kami menyampaikan ada bercak merah yang kami kira adalah darah. DSA ini memberikan terapi antibiotik , bila masih berlanjut kembali ke beliau. Sempat kami dengar, beliau berkata bila ada opsi tindakan bila terapi tidak berhasil. Diagnosa yang diberikan adalah susp fimosis.
Sekian hari setelah antibiotik habis, gejalan masih timbul. Dan timbul dugaan gejalan lain dari kami. Pipisnya berkurang. Kami kembali ke DSA yang sama, beliau merujuk kami ke UROLOGI(CEK DATA) anak di RS Fatmawati karena kami bilang ada darahnya. Berbekal rujukan kami mencari tahu mengenai sang dokter. Diliputi perasaan khawatir karena antrian pasien pasti cukup menegangkan disana.
Beruntung atau bukan,tapi di RS Fatmawati sudah berjalan poli eksekutif. Memiliki gedung tersendiri dengan fasilitas yang modern. Sebuah solusi bagi mereka yang mampu merogoh kocek lebih dalan, demi pelayanan yang relatif lebih nyaman. Dan hebatnya, pelayanan di poli ini bisa dikombinasi dengan BPJS. Walaupun saya sendiri tidak sejauh apa benefitnya.
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 15, sesuai saran dari kerabat. Kebetulan beliau ini yang memberikan informasi mengenai dokter yg dituju. Parkiran senggang di siang menuju sore yang cerah kala itu. Masuk ke gedung anyar bertingkat. Lobby utama gedung ini terkesan rumah sakit yang bersih dan meyakinkan, tapi bukan sebuah lobby macam lobby seperti di RSCM Kencana. Yang unik dari poli ini, untuk pasien baru harus menginput data sendiri dan akan mendapatkan nomor rekam medis di sebuah komputer pendaftaran. Baru setelahnya kita mendaftar di petugas pendaftaran.
Kami naik ke lantas atas setelah mengurusa pendaftaran, melalui eskalator naik, Kami cukup terkagum dengan fasilitas ini. Nampak lantai poli anak obgyan, ada juga THT serta mata masih sepi. Kami mendaftar ulang di Nurse station, dokter kami belum datang. Sempat naik keatas untuk shalat ashar, ternyata cukup ramai diatas. Poli PD, Paru dan poli lainnya. Di dominasi pasien lansia.
Sekitar jam 16 hampir ke 17 seingat saya, dokter memulai praktik. Hanya ada tiga pasien saat itu. Oh iya, di ruang tunggu ada area bermain anak yang cukup luas dibandingkan dengan ruang tunggunya. Sayangnya Umar masih terlalu kecil untuk bermain. Dokter bobby menerima lembar konsul dari DSA di RSPM. Bertuliskan hematuria, dokter Bobby menanyakan apakah ada hasil labnya. Kami tentu menjawab belum ada cek lab, DSA Bobby pun bingung darimana diagnosa hematuria bila hasil lab pun belum ada. Karena menurut beliau, bisa saja darah, tapi bisa saja crystal. Beliau juga sepakat bila Umar fimosis, tapi mengarahkan untuk ceklab sebelum kembali dengan hasil. Selepas konsultasi dari dokter, ternyata biaya konsultasi 300rb. Tapi sesungguhnya worth it, karena DSA Bobby membangun suasana yang sangat menyenangkan bagi kami saat konsultasi.
Karena saat ke RS Fatmawati kami pasien umum, maka ceklab pun harus umum. Setelah membandingkan di Hermina Bogor dan di RS Pasar Minggu. Saya memutuskan untuk ceklab ke RS Pasar Minggu. Karena harganya hampis dua kali lipat di Herminta Bogor. Di Hermina Bogor sekitar 900rb dan di RSPM hanya 500rb sekian. Selisih yang jauh itu, masih menutup baiay transportasi dari Bogor ke Jakarta untuk sekedar ceklab.
Jangan lupa, Umar belum 6 bulan saat itu. Janganta diminta untuk mengumpulkan urin, mpasi pun belum. Untuk anak usia bayi, bisa disiasati menggunakan urine collector. Semacam kantung urin yang di tempel di selangkangan bayi. Jadi urin akan terkumpul bila bayi pipis. Tapi namanya bayi, akan berguling kesana kesini. Di RSPM kami harus menunggu beberapa lama untuk mengumpulkan urin umar, karena keluarnya sedikit sedikit. Benar saja , jumlah urin kurang. Terpaksa memberikan lagi sampel urin besok. Akhirnya jumlah urin mencukupi setelah saya khusus ke jakarta hanya untuk mengirim sampel urin. Hasilnya? tidak ada darah ataupun crystal. Kami pun bertanya tanaya.
Kembali ke Rs Fatmawati, kami kembali ke poli yang sama. Kali ini mencoba menggunakan rujukan BPJS. Ternyata bisa, tapi ada syarat yang kurang. Fotokopi yang dituju sudah tutup, adalah diluar rumah sakit. Lupakan saya, saya sudah lelah. Toh paham apa konsekuensinya. Sesungguhnya bila menggunakan BPJS, pasien hanya membayar biaya tambahan 200rb. Saya kurang paham, apakah penambahan hanya disitu atau semau tindakan lain gratis. hhhmmm....
Kami sudah menduga menduga apa yang akan dikatakan DSA. Sesuai hasil lab, Umar dinyatakan tidak ada Hematuria bahkan kristal.. dr. Bobby merekomendasi untuk sircumsisi, kami meminta dikembali ke RS yang merujuk. Kembali ke RSPM kami ke DSA lagi untuk membawa hasil konsul. Diarahkan ke Spesialis Urologi, dokter pun sepaham untuk segera sircumsisi. Ada tahapan tahapan pemeriksaan yang harus dilengkapi sebelum tindakan. Ada ceklab, rontgen dan ke anastesi. Sebetulnya saat di ruang periksa, dokter menginformasikan bila bius nya bius total. Saya yang kurang pertimbangan saat itu langsung mengiyakan, dan memahami.
Namun kembali saya pertimbangkan, rasanya untuk sekedar sunat tidak perlu pembiusan total, tidak perlu rawat inap, tidak perlu konsul kesana kesini. Cekleab rontgent dan sebagainya. Optimis tidak ada hal lain selain fimosis yang perlu disunat ini. Umar sudah sempat rontgen, dan ceklab. Ceklab pun sempat dihubungi bila sampelnya kurang banyak, karena hasil pertama jelek. Mau cek ulang untuk memastikan. Sedikit kekhawatiran dari informasi itu. Akhirnya kami pilih rusan di pelayanan kesahatan khusus sunatan. Tepatnya di Rumah Sunat dr. Mahdian yang ada di Kelapa dua.
Datang, daftar tentukan waktu. Alhamdulillah bisa dapat jadwal pagi dan pasien kedua. Dengan biaya 1600k dan 200k lagi untuk kit care. Ada kejadian yang cukup diingat saat tindakan. Tindakan disini tidak menggunakan jarum suntik, tapi menggunakan semacam alat injeksi yang tidak terlalu invasif sepertinya dibandingkan jarum suntuk kebanyakan. Berbunyi semacam ditembak, dilakukan dua kali. Kemudian ditunggu beberapa saat menunggu anastesi bekerja. Setelah ditunggu beberapa saat, dicoba oleh dokter ditarik tarik. Umar menangis, menurut dokter tangisan itu karena takut. bukan karena sakit, karena tangisan tidak terpengaruh gerakan menarik dokter. Dokter menambahkan bila sakit, bayi akan teriak.
Proses tindakan mulai berjalan , metode klem ini menggunakan tabung untuk melindungi luka. Alat dipasang, dimasukan ke dalam bagian kulit penis, sehingga kulit akan berada diatas tabung kemudian bisa dipotong. Saat memasukan tabung, Umar menangis, teriak sekencang kencangnya, saya yang memegangi sampai merinding mendengarnya. Tapi saya berpikir, proses sudah berjalan. Tidak mungkin dihentikan, lagi pula dia masih bayi. tidak akan ingat ataupun trauma. Lagi pula sunat kan hanya satu kali. Menurut istri saya yang ikut di dalam, dokter pun gemetar tangannya ketika mendengar lengkingan umar. Saya memahami, sebuah reflek karena ternya prosedur yang dia lakukan tidak berjalan sesuai rencana. Pemasangan tabung selesai, dan pemotongan dilakukan. Alat dipasang lengkap dan ditutup . Tindakan selesai. Dokter menyalami saya sembari minta maaf apabila ada yang kurang berkenan. Saya memahami, hanya syok. Dokter dan perawat keluar, Umur menyusu dan saya terduduk lemas serasa mau pingsan. Tapi sekali lagi, untuk masih bayi. Rasa sakit hilang, kami keluar ruangan pun sudah terdiam tangisannya. Pulang ke Kebagusan, menggelar syukuran kecil. Alhamdulillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar