Laman

Selasa, 20 Februari 2024

Curug Nangka Lagi 5 November 2023

 5 November 2023



Berawal dari wacana untuk jalan jalan mencari sungai. Seperti yang diutarakan anak anak. Kami merencanakan pada 18 November nanti akan jalan jalan bertepatan dengan hari libur saya. Tapi karena Istri yang sudah  terbayang bayang keseruan jalan ke curug dan merasa curug itu dekat. Dadakan sekali kita putuskan untuk jalan jalan. Jemput umar pulang sekolah jam 1130, pulang dan bersiap siap. Ya, kami berangkat sudah siang.  Jadi waktu kami tidak akan banyak disana.

Di hari yang sama , malamnya saya harus kerja shift malam. Biasanya tidur siang untuk persiapan masuk malam. Tapi karena jalan jalan, tidak ada tidur. Jam18 pun saya sudah harus siap berangkat kerja. Persiapan dadakan pun hanya bisa membekalkan nasi dari rumah, membeli lauk di d'bro fried chicken.

Berjalan pelan diatas supra x 125 yang dinaikin berempat. Sungguh safety sekali yaa. Motor tua ini sesekali berusaha keras di jalan yang menanjak. Udara sejuk sepanjang jalan memberikan kesegaran. Volume kendaraan yang terasa tidak terlalu padat juga memberikan keindahan berwisata. Tapi perasaan was was selalu ada, karena sedang sering hujan.. Langit mendung pun sudah menghiasi perjalan berangkat kami. awan gelap nampang ada di sisi selatan, tempat dimana kami menuju.

Sampai di pintu masuk kami dikenakan tiket masuk. Wow, harganya naik dahsyat kami berempat 101rb. Padahal dua dihitung anak anak. bukan lagi wisata rakyat sekarang. Ekspektasi saya sih ada perbaikan ya dengan harga sekian. Keterkejutan saya belum usai sampai ditagih lagi parkir motor 7500. Wow lagi. Dari pembayaran tiket parkir, kami diarahkan keatas, tidak lagi menurun dari arah gerbang masuk. Naiknya cukup jauh dan menanjak. Meninggalkan area wisata yang kami tahu dibawah. Terbayang kami harus melangkah turun untuk menuju lokasi wisata.

Jumat, 10 November 2023

Curug Seribu CURIGA Mini Tour

 29 Oktober 2023



Cuma touring deket, tapi sudah di sounding sebulan lebih. Nyari tanggal ternyata rada alot, kudu di japri satu satu. Awalnya tanggal 28, tapi karena ada pool party, jadinya fix 29 hari Ahad. Jadinya berlima berangkat.

Titik kumpul ditetapkan di Pom bensin Margonda 31 sebelah KFC. Awalnya mau kumpul agak siang, tapi karena ada dorongan antusiasme berubah makin pagi seiring waktu, rencananya. Kalau saya sendiri ya tentu saja menunggu di bogor. Karena tujuannya kan ke Curug seribu, dekat dari rumah saya. Saya menanti mereka di depan Hypermart Yasmin. Rombongan berangkat dari depok jam 8 lah kira kira. Sampai akhirnya mereka tiba di depan Hypermart, outfit saya dikeluhkan karena tidak seperti orang mau touring. Lebih cocok untuk keliling komplek. Menggunakan sendal gunung dan kaos, saya siap menuju curug yang saya pikir dekat, tapi ternyata kan hampir 40 km dari rumah.

Berangkat dari Titik temu Hypermart yasmin, kami berangkat mengikuti leader mencari sarapan. Dibawa olehnya cukup jauh untuk menuju nasi uduk keras, sekeras tempe oreknya hahaha. Sarapan murah dan bercitarasa khusus ini mengisi energi kami untuk mendaki kaki gunung salak sampai tujuan. 

Kepadatan kendaraan sudah akrab sejak masuk lintas dramaga, sampai ke jalan masuk belok kiri ke arah gunung bunder sudah bisa dibilang macet. Melalui jalan yg kecil ini terasa ramai di waktu weekend seperti ini. Sesekali ada grup grup sepeda yang gowes perlahan tapi pasti. Perjalanan diarahkan menuju kopi tubing, saya yg lebih sering menuju taman nasional dari sisi satunya mengejar Luink untuk mempastikan arah tujuan ini. Karena tadi di briefing singkat saat sarapan terucap untuk ke curug dulu. 

Sudah sempat masuk ke parkir kopi tubing, tapi ternyata salah, Itu parkir sepeda jadinya keluar lagi. Karena momen ini , akhirnya putar arah lagi langsung menuju ke curug. Menyusuri jalan menuju taman nasional Gunung Halimun Salak. Diperjalanan faras  minta berhenti untuk istirahat. Terjadi perbedaan pendapat setelah Luink melihat maps. Karena maps dan arahan saya berbeda sama sekali. Disinilah gunannya leader perjalanan seperti yang disunahkan. Kita ikutin arahan leader untuk menentukan. Jalan di maps mengharuskan kami kembali ke jalan kopi tubing. Dari sana diarhakan terus naik keatas. Jalan lebih kecil dan lebih sepi dari jalur utama menuju taman nasional.

Kembali ke arah kopi tubing, naik sedikit ada tebing yaang bertuliskan bila tanah ini milik kopi tubing, dilarang melakukan penambangan.  Menarik, demi menjaga situasi wisata yang menyenangkan kopi tubing mengakuisisi lahan di dekat mereka hanya agar tidak disentuh oleh penambang batu liar. Karena namanya tambang pasti merusak sih , bahkan bisa merubah lanskap. Jalur ini kecil, bila ada mobil puns harus bergantian karena hanya cukup satu mobil. Kami sempat terhambat karena ada mobil di depan kami, berjalan lambat karena situasi. Ada sesi jalan yang berada di punggung bukit. Kanan kirinya jurang, pemandangannya pun menakjubkan. Hamparan hijau lembah terlihat indah dari atas sini. Kami juga melewati persawahan terasering yang indah sekali. Ada warung disana yang menyediakan kursi meja di spot yang bagus. Worth it untuk datang sore hari kesini. Mungkin nanti akan kembali lagi demi menikmati suasana ini.



Di jalur ini ternyata ada penjagaan taman nasional juga. Ya, tentu saja ada retribusi. Di pos ini ada spanduk promo curug curug yg ada disini. Banyak juga loh! Saya bener bener baru tahu jalur ini, opsi pemandangan lain selain hutan pinus seperti di jalur utama.Tidak jauh dari pintu taman naisonal, ada warung warung menyediakan tempat parkir juga saung untuk istirahat. Ada tiga warung yang menyediakan hal serupa, dengan petunjuk arah curug seribu. 

Kami memilih salah satu warung dengan tempat parkir, sebrang warung ini teraseing yang cukup indah sepanjang punggung bukit ini. Disambut ramah oleh pemilik warung. Beliau menjelaskan bila ini adalah jalur belakang. Butuh trekking 15 menit sampai lokasi paling cepat. Kalau dari depan bisa satu jam.



sampai di warung warung parkiran curug seribu, ternyata ini jalan belakang ke curug seribu. Berarti pengetahuan saya tidak salah. di sana ada juga. tapi kalo dari depan jalan satu jam. disini 15 menit paling cepat, realitanya 20 menit lebih. Berutung memilih jalur ini,karena sebagian peserta sedang kehilanga kebugarannya. Kami bersiap siap untuk trekking, berganti pakaian dan juga menggunakan sendal. Kalau saya sendiri sudah settingan santai dari rumah, tingga cuss aja tanpa ada yg peru diganti. Berjalan beberaa puluh meter terdengan suara alat musik tradisional,sepertinya kecapi. Memainkan instrumen sunda yang terdengar agak aneh di telinga saya, seperti  hanya nada nada acak yang tidak membentuk melodi. Penasaran darimana suara ini berasal.

Saat  memulai trekking saya penasaran, apa iya tidak ada tiket lagi. Karena daerah curug di bogor iu terkenal dengan pembayaran yang berlapis-lapis.  Penasaran hanya beberapa menit saja,tidak lama kami menemui pos pintu masuk dengan penjaga yang  menarik retribusi tiket. Kami membayar tiket perorang 10rb bila tidak salah. Sekitar 20 meter dari tiket, asal suara yg menyambut kami terjawab. Seorang pria paruh baya memainkan alat musik tradisional. Dsri dekat makin jelas ketidakjelasan melodi yg dimainkan. Menyiapkan toples kecil di depan ia bermain alat musik, berisikan lembaran uang. 

Dari pemain musik tadi trek mulai berubah. Jalur mulai menurun dan menantang konsentrasi dan lutut. Jalur yang dirapihkan dengan bebatuan ini beberpa bagiannya licin. Lutut harus dijaga dengan baik, undakan batu yang tinggi ini memaksa langkah perlahan agar tidak menimbulkan cedera yang tidak perlu. Jantung berdebar terasa ketika saya berhenti melangkah. Nafas mulai lebih cepat, stamina mulai diuji. Suara suara menyerah mulai keluar dari salah satu peserta petualangan. Motivasi untuk terus maju membalas nada putar balik. 



Kami berhenti di tikungan, ada batu besar di ujungnya untuk istirahat. Di pohon terpasang papan peringatan, larangan untuk kemanan. Papan peringatan berisikan himbauan untuk kembali bila merasa tidak kuat. Ada larangan untuk berenang di air terjun, dilarang mendekat sungai bila hujan, dilarang menyebrang sungai bila hujan. Dari titik ini sudah terdengar gemuruh air yang jatuh dari puluhan meter. Kemegahan alam mulai tmenjentikkan semangat untuk segera sampai. Di titik peringatan faras selalu menyuarakan untuk kembali karena yakin tidak akan kuat. Setelah berjalan beberapa turunan dan tikungan. Akhirnya ia teguh untuk pulang dan menyerah. 



Perjalanan menemui curuh kecil dari sisi kanan, membasahi jalan. Melangkah diatas jembatan kecil untuk mensiasati tebing ini. Bila saja jembatan ini rusak, maka tidak ada jalan pulang lagi kecuali memutar jauh. Jalan kembali menanjak sebagai tanjakkan terakhir. Pandangan yang tertutup pepohonan rindang sudah berubah. Menjadi bebatuan yang tertutup tumbuhan, menyulitkan sekilas untuk memilih langkah. Bila sebelumnya datang dari tempat berbeda, tidak akan tahu bila ada jalur disini. Karena erlihat seperti tebing biasa yang tertutup tanaman. Kami memilih jalan untukmencari spot untuk duduk. Air terjun yang masih sangat alami ini hanya dinodai satu warung dengan terpal berwarna biru. Untuk mendekat ke titik air terjun harus menyusuri sungai melalui batu batu besar puluhan meter. Jiwa kebapakan kami memlih batu terdekat untuk menikmati waktu. Menggelar kompor portable dan menyeduh teh. 




Aliran deras air sungai segar sangat mengundang untuk lompat dan bermain air. Tapi kalau ingat tidak ada fasilitas disini, dan hari yang sudah zuhur lewat sangat memberatkan. Awan yang kadang teduh menambah kekhawatiran akan hujan. Bersandar dan brecakap cakap penuh gurauan menjadi pilihan. Menyeruput teh panas yang diseduh dari air sungai. Simpel tapi berkesan. 





Tidak sampai satu  jam kami bergegas naik, karena ada tujuan selanjutnya. Menyusuri jalan berundak yang memaksa kami untuk melangkah lembut demi menjaga lutut. Kini dari arah sebeliknya memaksa otot paha bekerja lebih  keras. Peserta kelelahan selanjutnya muncul dan mengoper tas untuk meringankan langkah. Sedikit pikiran lewat membayangkan bila terlanjur gelap masih di curug tadi. Menyulitkan sungguh bila tanpa alat yang tepat.

Sampai diatas Farras tampak tertidur lelap menikmati suasana saung di samping warung. Bekas kelelahan tampak di wajahnya. Ia bilang saat naik duluan tadi sering sekali. Memesan beberapa jajanan dan juga mie instant kami beristirahat sejenak sebelum berangkat lagi ke tujuan selanjutnya.

Packing sana sini, siap semua untuk turun dan ke tujuan selanjutnya. Kopi tubing. Menuruni jalan yang tadi kami lalui saat berangkat. Pemandangan hamparan terasering memanjakan mata di saat matahari sudah mulai lengser. Warung di pinggir tebing yang kami lewati pas sekali bila didatangi jam segini. Kira kira sekitar jam 3 lewat. Tidak lama kami sampai di kopi tubing karena memang turun lebih cepat kan.



Tidak saya duga, ternyata kopi tubing ini tempat wisata. Ada tiket masuknya 10 ribu, diluar parkir. Ada beberpa pilihan spot, ada pinggir sungai, bisa turun ke sungai yang dilengkapi fasilitas tubing. Tentu saja bayar lagi. Ada Dekorasi persawahan palsu untuk spot foto. Di sisi atas juga ada area bermain anak yang tentu bayar lagi, area semacam perosotan mandi bola. Juga ada resto diatas. Di pinggir sungai ada resto juga. Ada dua titik kumpulan tempat makan. Kami memlihi yang di pinggir sungat beratapkan payung meja. Sama sekali bukan wisata rakyat, terpampang jelas dari harga makannya. 

Harga makanan dan tiket masuk ini membuat ekspektasi lebih. Pelayanan yang bagus serta makanan yang enak cukup memuaskan. Saya memesan Tom Yum seharga 60 ribu belum termasuk nasi. Ya kira kira 80-100 lah perorang.Hidangan proper sehabis bertualang alam. Berdiskusi dan bresenda gurau kami habiskan waktu hingga langit hampir gelap. Ada sedikit rintik hujan yang sesaat turun. Menggerakkan kami untuk segera pulang.






Di perjalanan adzan magrib berkumandang. Kami sempat mencari jalan alternatif demi menghindari keganasan macet dramaga di sore hari. Seperti yang diarahkan google maps. Tapi entah kenapa tour leade memilih kembali ke jalan utama dan melaju menuju hectic kepadatan jalan setelah kami shalat maghrib.

Diperjalanan saya terpisah. Cukup lama saya tidak bertemu rombongan. Karena memang saya sempat jalan duluan, tapi kok lama sekali. Ternyata tidak lama keluar ke jalan provinsi ban Luink bocor dan harus tambal ban. Kami regroup lagi di depan ruko Yasmin sektor 6. Melewati kepadatan yang melelahkan di depan kampus IPB. "Tidak manusiawi" menurut peserta tour. Memang chaos, dari 4 jalur menjadi satu. Dan tiap hari kurang lebih begini, mungkin karena hari libur jadi lebih parah. Jalan yang sebenarnya hanya lurus saja ini entah gimana bisa macet parah setiap hari.

Mengakhiri perjalan kami menutup dengan doa. Dari titik terakhir sudah dekat rumah untuk saya. yang lain masih kurang lebihj 1-2 jam perjalanan. Sampai jumpa di touring selanjutnya.

Kamis, 26 Oktober 2023

Naik ke Mang Ade Puncak

 21 oktober 2023

Udah berapa kali weekend jadwal masuk kerja. Sabtu ini pas banget libur, eh ngga ada acara di grup kawanan liar atau di GJ. Udah colek colek ngajak gowes, ternyata ada acara bike camp tapi berbayar. Kebetulan lagi ngga ada duit. Akhirnya berharapa ada yang menanggapi aja. Om Triadi merespon, juga mengirimkan lokasi tujuan di daerah puncak. Malam hari jum'at beliau tanya lagi di group, "gowes kemana besok?". Saya respon pagi, Mang Ade Puncak. Beliau langsung mengiyakan, bilang ketemu di tugu kujang.

Sedikit kaget sebenarnya dengan respon om Triadi. Tapi oke, saya sih santai dulu deh. Butuh waktu kan jalan dari depok. Sampai tiba dikabari beliau sudah di pajajaran. Wah, untuk aja sepeda sudah saya siapkan, tinggal gowes aja. Prediksi saya beliau sampe di tugu kujang 15 menit lah . Dan saya paling cepet 30 menit. Itu pun harus ngebut. Jadi saya segra berangkat, dengan sepeda revolt besi. Sedikti berusaha, sampai di tugu kujang jam 8 kurang. 

Perjalanan ke Mang Ade dimulai, kami sama sama perdana. Beliau sudah lama tidak gowes katanya, jadi gowesnya slow pace. Bagus sih buat saya, biar saya ngga buru buru dan keram duluan. Sebenernya gowes santai tuh bikin rileks mantap.

Memasukin Tajur, saya melihat ban om Triadi kempes. Menurut beliau sudah dipompa berarti bocor halus. Coba cari cari tambal ban, ketemu tepat sebelum di jembatan atas tol Bocimi. Tapi ditolak, tukangnya bilang tidak bisa. Sampai ketemu lagi tukang tambal ban sebelum lampu merah gadog, tapi tidak ada orangnya. Akhirnya jalan lagi dengan ban yang sudah di pompa.

Melewati lampu merah ciawi, vibe mulai beda. Disisi ini sudah wisata vibenya, berikut dengan aktivitas komersilnya. Jalan padat hingga macet sejak mau raya puncak. Gowes perlahan dan sesekali berhenti untuk menurunkan HR om Triadi. Ada wisata baru untuk keluarga namanya Minimania. Lokasinya dekat sekali dari lampu merah gadog. Pilihan tepat buat yang tidak mau berlama lama macet.

Saya melaju duluan untuk mencari ATM. Antri sekali di alfamart ini. Penuh turis lokal mengisi akhir pekan berlibur. Cuaca terik mengharuskan minum lebih banyak. Saya berhenti di warung depan pom bensin sambil menunggu. Eh tapi apa mungkin beliau sudah melewati saya. Benar, sudah lewat dairyland beliau. Saya bernagkat lagi sampai bertemu beliau. Sampai di Cimory mountain view yang kini namanya juga dairyland juga tidak ketemu. Karena panas, saya berteduh sekaligus menikmati snack keladi yang saya bawa dari rumah.

Komunikasi kami selalu delay, karena om Triadi menggunakan battery saver sepertinya. Bila  hape tidak dibuka, maka data mati. Jadi pesan yang dikirim tidak langsung bisa beliau tau. Menunggu di trotoar mengistiraharkan kaki yang mulai terasa. Agak konyol sih, beliau menunggu di Holland bakery, saya tidak lihat sama sekali. Jadi saya yang menunggu beliau lewat.

Tidak heran cuaca makin terik. Sudah adzan zuhur, saatnya mencari masjid. Saya arahkan ke masjid pinggir jalan sebelah kiri yang tidak ada temboknya. Masjid bernuansa putih yang berdisain terbuka. Masih beberapa km lagi masjid tersebut, harus melewati taman safari dulu.

Beliau ini sedang tidak 100% ternyata. Mau cari teh manis hangat biar ngga haus terus katanya. Coba tanya di warung ternyata tidak ada. Yang pasti ada sih rumah makan , sekalian makan siang. Saya pesan ayam bakar di rumah  makan padang ini. Om Triadi makan pun tidak habis, cuma lauk dan nasi sediki tyang dimakan. Abis diare bikin beliau sedikit malas makan

Disaat lelah berkegiatan, shalat itu menjadi dambaan untuk sekalian beristirahat. Refresh energi. Kami shalat bergantian, saya dulu. Giliran saya berjaga sepeda, saya tertidur di kursi depan masjid. Udara yang sudah mulai sejuk dan kelelahan gowes dilengkapi kenyang nasi padang menjadikan tidur singkat saya nikmat sekali.

Semenjak tengah hari sudah  mulai para pesepeda turun dari atas dari masing masing asalnya. Saya sempat menyapa kawan dari R3 yang sedang turun berdua. Sempat menyampaikan ide untuk mencari tujuan lain karena menimbang kondisi om Triadi. Tapi tanpa gentar dan keteguhan, beliau mau sampai tujuan. Beberpa kali beliau menyarankan saya jalan duluan, tapi saya tolak dengan dalih menahan saya dari gowes terburu buru. Nanti bila sudah di gunung mas, baru saya akan gas duluan. Gowes, bukan gas.

Makin keatas jalan makin lenggang. Semenjak banyak tempat wisata dibawah. Yang sampai ke puncak menurut saya makin sedikit. Dibandingkan sebelumnya secara rasio. Kecuali saat high season sepertinya. Area puncak terasa jauh karena macet. Didominasi anak muda, karena relatif murah dan simple. Tidak perlu masuk area wisata, tinggal pilih warung terus jajan.

Tiba di gunung mas, depan tulisan rest area gunung mas puncak Bogor jam 14. Saya jalan duluan sampai ke Mang Ade. Dengan kecepatan yang lebih cepat. Sesuai dugaan, saya banyak berhenti karena lelah. Di area kebuh teh, tanjakan tidak terjal, tapi memang panjang karena dibuat landai. Saya sempatkan juga beli batagor yang ternyata tinggal somay. 



Udara sejuk sangat memuaskan. Apa yang saya cari di masa masa kering ini kesampaian. Menikmati udara segar puncak. Didampingi asap kendaraan selama perjalanan.Tiap berhenti selalu cek jarak. hampir tiap tanjakkan berhenti minum dan istirahat. Tubuh sudah overheat, mulai gampang naik HRnya. Mungkin, karena tidak pakai device penghitung Hr. Gowesan gowesan lelah saya mengantarkan saya ke Mang Ade jam 15.32. 90 menit dari gunung mas dibawah. 



Udara dingin puncak makin terasa di Mang Ade. Saya cuma numpang duduk depan warung menunggu Om Triadi. Menikmati udara segar dan menyaksikkan kendaraaan lalu lalang. Berdiam diri seperti ini membuat tubuh lebih cepat dingin dan kedinginan. Akhirnya saya pesan teh hangat karena om Triadi tidak kunjung datang. Jam 16.18 akhirnya om Triadi sampai di Mang Ade. Salut dengan keteguhan beliau. Bilamana saya sendirian, mungkin saya sudah putar balik. Perjalanan yang memakan waktu panjang. hampir 8 jam untuk saya.




Untungnya saya sudah beli somay di kebun teh tadi. Niat awal saya yang ingin makan di Mang Ade, urung saya realisasikan. Kebetulan om Triadi tidak bawa uang lagi , tidak mungkin dong saya makan sendirian hehehe. Harga makanan yang kabarnya tidak worth it menggagalkan rencana saya untuk makan disini.  Cukup gorengan dan pisang kami nikmati di udara dingin puncak, istirahat bersandar di kursi plastik menyaksikkan tayangan politik di tv.

Jam 17 kami memutuskan untuk turun. Suasana yang lebih gelap dari seharusnya membuat saya sedikit risau. Ini pasti dingin turun jam segini. Gumpalan kabut terlihat tipis dipandangan saya. Melaju turun, saya mengatur rem untuk lebih kuat lagi. Lebih baik lambat tapi lebih aman. Kebawah kabut makin tebal, jarak pandang berkurang. Berhenti dulu pasang lampu depan belakang. Menembus udara dingin, terasa rintikan air khas hujan kabut. Sempat berhenti tepat sebelum masjdi Attaawun. Terlalu dingin, kaki saya mengigil, tidak ada pilihan selain cepat sampai bawah. Saya tidak mau kehujanan di kabut seperti ini. 

Sampai gunung mas hujan makin banyak, kami berhenti untuk memakai jas hujan. Jas hujan plastik yang ada di tas saya semenjak terakhir diapakai saat ke citiis ternyata sudah lapuk. Bagian lehernya sudah koyak dan membuka celah di bagian dada dan punggu atas. Yah tetap pakai saya daripada polosan. Turunan panjang dan curam memaksa rem sepeda bekerja terus sepanjang jalan. Rem semakin saya kencangan pengaturannya. Sampai roda berputar seret. 

Perjalanan pulang ini saya di depan, tidak mungkin melesat jauh juga sih karena sepeda tidak mumpuni di trek turunan panjang seperti ini ditambah basah hujan. Hari berganti malam, adzan maghrib berkumandang. Perjalanan kami terbilang lancar hanya terhambat di beberapa titik jalan yang sempit tidak menyisakan jalan di sebelah kiri. Saya berhenti di masjid Pasar Cisarua . Menunggu Om Triadi yang dibelakang. Kami shalat dulu. Di masa yang penuh resiko seperti ini, shalat lah dulu. Tiap saat sih harusnya memang shalat lah bila sudah masuk waktu.

Keluar dari masjid setelah shalat, saya menyaksikkan pemandangan yang menyentuh. Berjajar rapih di display makanan. Ukurannya besar besar, jarang loh batagor menggunakna ukurang kulit pangsit yang besar gini. Ingin rasanya makan dulu, tapi lebih baik makan dirumah. Baju sudah basah kuyup pula, semakin lama berhenti bisa masuk angin nanti. Di pasar ini ternyata ada beerapa jualan batagor. Lain kali deh, beli kalo kesini lagi.

Jalan pulang cukup lancar, ada kepadatan di beberapa titik tapi tidak berpengaruh kepada gowesan santai kami. Enaknya jalan pake sepeda tuh, macet kadang menjadi teman. Membuat lambatnya sepeda begitu berarti. Kami berpisah di flu over BORR. Saya belok kiri, Om Triadi lanjut pulang ke depok. Bila tidak basah kuyup mungkin saya kawal lebih jauh lagi.

Sungguh perjalanan yang menyenangkan. Gowesnya puas, udara dinginnnya tercapai. Benar-benar definisi nasehat perjalanan ini. Bila mau jalan cepat, jalanlah sendiri. Bila mau berjalan jauh makan berkelompoklah.

Senin, 23 Oktober 2023

Trekking Bersama Rekam Medis

 3 September 2023



Ada vote di group kerjaan. Milih tujuan untuk jalan jalan yang salah satunya trekking. Belum pernah trekking sebelumnya, langsung pilih trekking. Ya sudah dipastikan trekking hore, karena emang kebanyakan yang tidak fit. 

Berangkat ke titik kumpul di parkiran Junglelang sentul. Menumpang mobil Afrian yang baik hati sampai jemput ke depan komplek. Melalui tol BORR di pagi hari yang segar dan lancar tanpa hambatan . Sampai di lokasi sudah ada yang sampai duluan. Tampak mobil bak terbuka berjejer, yang saya asumsikan ini semua untuk trekking. Sebenernya ngga perlu perlu amat naik mobil bak ini, tapi jadi lebih seru kalau naik mobil ini.





Berinisiatif saya bertanya kesalah satu orang yang ada di jejeran mobil bak. Menyebut nama kontak penyelenggaranya. Kami diberitahu bila nanti parkir di dalam parkir Jungleland, parkirnya gratis sesuai kesepakatan. Setelah semua datang dan pindah parkir ke area parkir. 

Petualangan dimulai disini. Kami pindah ke mobil bak. Ada dua mobil, kurang lebih ada 13 orang peserta. Naik mobil bak ini membuat suasana lebih seru, diterpa angin selama perjalanan, pemandangan yang luas ke penjuru arah. Tidak jauh dari jalan masuk ke hutan hujan, mobil berbelok patah ke kiri. Parkir di tanah lapang yang bertanah merah. Dari awal naik sebenarnya bertanya tanya, apakah tas nanti dibawa sepanjang trekking atau tidak. Ternyata harus dibawa, karena opsinya hanya dibawa atau disimpan di mobil di parkiran. Andai bisa disimpan dan di akomodir oleh penyelenggara di akhri tujuan trekking, pasti lebih manis.

Kamis, 30 Maret 2023

Taman Mini Baru (TMII)


7 Maret 2023

Sebagai keluarga, kami sering berkunjung ke kebun binatang ragunan. Karena dekat rumah dan juga murah. Belum lagi kami memang suka binatang. Tapi pada momen tertentu kami memilih tempat wisata lain agar lebih terasa spesial. Yak, tetap tidak jauh dari rumah. Kita ke Taman Mini Indonesia Indah. Cukup penasaran juga bagaimana rupanya sekarang setelah renovasi besar. Uji coba taman mini ditanggapi miring oleh banyak netizen karena eksekusinya yang kurang memuaskan terutama dari segi transportasi. Mencoba untuk teteap objektik, kami mau berkunjung dan menikmati Taman Mini baru.


Datang menggunakan motor, kami menuju pintu utama. Tapi sekarang pintu masuk di alihkan dari pintu 2, cukup meneruskan perjalanan lagi menyusuri jalan. Di pintu tersebut dipenuhi informasi untuk menyiapkan tiket online yang sudah dipesan. Kurang beruntung bagi kami, karena saya gagal terus untuk beli tiket online. Tapi tetap bisa dilayani, membayar menggunakan qris oleh petugas yang menjaga. Satu orang 25rb , kami ada berempat. Disitu ada harga yang menarik, sepeda 25 rb. Wow, mahal sekali. Saya langsung berspekulasi mereka jualan sewa sepeda disana. 

Jalan di dalam lenggang seperti biasa. Tapi kali ini lebih sepi, karena Taman Mini tidak menginzinkan lagi kendaraan bermotor tenaga fosil untuk berlalu lalang di dalam. Kami agak bingung kemana parkir motor. Saya tidak bertanya di awal karena saya pikir akan ada petunjuk arah. Melintasi monumen mirip monas, terus lurus melewati area parkir yang sekarang terlihat lebih cantik. Belok kanan di stasiun kereta gantung, hingga bertemua gedung parkir di sebelah kiri. Harus saya pastikan ke security yang berjaga di post tenda. Gadung parkir yang memiliki design senada dengan parkir di awal tadi. Gedung parkir 2 lantai ini mengarahkan pengendara motor ke bawah. Parkir masih sangat luas di hari weekdays seperti ini. Tidak terlihat bus, tapi juga tidak terlihat petugas yang berjaga di gedung parkir. 

Setelah memarkir motor, cukup bingung mau kemana. Tidak ada penunjuk arah. Akhirnya kami naik keatas di pintu masuk awal. Disana ada shuttle cas listrik yang sedang dipakai shooting. Dan ada kursi yang tampak untuk menunggu. Menunggu beberapa saat disana, di hari yang terik. Membuat saya bertanya, karena tidak ada penjelasan tempat tunggu ini untuk apa. Melihat ada peta dibelakangnya, didapati bila hal shuttle terdekat ada di dekat museum penerangan. Yang mana ada dibelakang gedung parkir. Dan kami jalan kearah yang salah karena tidak ada arah. Dengan sedikit jengkel tidak beralasan, kami jalan berputar melewati post pertama tadi. Menanyakan dimana shuttle bus, yang tentu diarahkan ke arah museum penerangan. Cukup jengkel sebenernya, petugasnya banyak tapi hanya berjaga di satu lokasi yang sama.

Shuttle car berkapasitas 8 atau 9 orang ini menggunakan listrik. Semacam mobil caddy tapi lebih panjang. tanpa pintu sehingga memudahkan naik turun. Tapi tersedia terpal untuk antisipasi hujan. Tepat ketika kami datang dan naik, Shuttle langsung berangkat. Shuttle berangkat 5 menit sekali. Disini terlihat sangat ideal. Apalagi masih banyak shuttle car yang tersedia. Wah ini sih menjajikan , pikir saya waktu itu. Tadi juga melewati pangkalan sepeda. 25 ribu perjam. Tapi nanti saja sebelum pulang. 

Shuttle berjalan melalui sisi dalam , melewati anjungan kalimantan di samping danau dan masuk kembali ke jalur terluar. Menyenangkan sekali udaara tanpa kendaraan berasap. Pemberhentian terujung dari shuttle ini ada di taman burung. Dari situ menyambung lagi mobil warna coklat. Agak mengecewakan, mobilnya adalah truk yang dibuat untuk mengangkut penumpang. Kapasitasnya sama, 8 sampai 9 orang. Dan tentu saja, truk diesel ini mengeluarkan asap yang memberikan efek tidak menyenangkan. Menuju museum transportasi kami melewati parkiran bus. Dan di sisi jalur selatan ini banyak kendaraan lalu lalang berbahanbakar fosil. Vibe-nya langsung beda. Di dominasi oleh pedagang yang membawa logistik. Sepertinya jalur ini menjadi jalur yang di maklumi. Karena sering lewat motor. Padahal yang menggunakan sepeda atau motor listrik juga banyak pedagangnya. Kurang tegas sepertinya.


Shuttle bus bisa menurunkan dimana saja, tapi untuk naik harus dari titik yang ditentukan. Kami turun di museum transportasi. Banyak koleksi alat transportasi terdahulu. Terutama kereta uap yang mengagumkan. Banyak koleksinya ternyata. Bahkan ada fasisilitas untuk berputar balik lokomotif. Sayangnya sudha tidak ada yang bisa dimasuki kereta penumpangnya. Kami berfoto di beberapa koleksi, seperti taksi , bus tingkat hingga perahu tradisional yang panjang. Justru kemegahan perahu tradisional sangat berkesan. Karena terbuat dari potongan gelonggongan kayu besar yang dipahat menjadi perahu. Dilengkapi penyeimbangnya. Megah sekali, sepertinya bukan perahu untuk sekedar mencari ikan. Tapi mampu untuk berperang juga.


Masuk ke bagian dalam yang dingin karena full ac. Merupakan suatu kolaboari dengan hyundai. Dipajang Ioniq 5 dan banyak persentasi tekonologi kendaraan dari hyundai. Kami masuk ke imagine lab, yang waktu itu kosong. Saya tertarik karena tertulis harus membuka alas kaki. Karena penasaran kami maksud dengan niat untuk istirahan juga. Ternyata sangan menyenangkan. Ruangan yang satu sisinya full untuk proyeksi proyektor ini walnya membuat bingung. Untuk apa proyektor ini. Dengan meja di tengahnya dengan beragam kertas bergambar. Melihat scanner diujung sana, saya mencoba menscan kertas yang ada disini. Lembaran ini memuat gambar kendaraan dengan qr code diujungnya. Setelah di scan dengan menggunakan scannner model berdiri. Di proyeksi akan muncul kendaraan yang telah kita scan. Ah saya pikir hanya scan qr code biasa. Tapi kenapa ada alat mewarnai disini, apa gunanya? Kami iseng corat coret bersama sama. Setelah itu coba kami scan, dan ternyata hasil mewarnai yang kami lakukan akan terbaca scanner dan terproyeksi. Woah, menyenangkan sekali. Ada gambar mobil stargazer, pesawat futuristik, dan ada angkutan umum bebentuk lucu. Mengagumkan wahana ini.



Sudah masuk jam makan siang , kami mencari tempat makan diluar untuk duduk makan. Melewati peragaan pesawat dan kendaraan multifungsi yang tadi ada di imagine lab. Akhirnya kami memilih makan diatas setu kecil yang dibuat seakan akan adalah dermaga. Kami bawa makanan dan minuman yang cukup dari rumah. Menekan biaya hehe.


Selesai makan, kami keluar dari museum transportasi. Cuaca masih terik sekali. Bertanya mengenai lokasi museum Al Qur'an yang kami ingin kunjungi. Ternyata lokasinya ada diluar taman mini. Tepat di depan pintu masuk yang lama. Sayang sekali, kami batalkan kesana. Dan saya putuskan ke museum penerangan saja karena dekat dengan parkiran.

Kami berjalan beberpa ratus meter untuk menuju hatel shuttle bus. Selama berjalan beberapa kali shuttle bus lewat dan penuh semua. Belum lagi bus yang lewat dengan kencang. Dan motor motor menjengkelkan yang ngebut sekali. Membuat terasa tidak aman untuk jalan kaki. Kami sempat bertanya pada pos sepeda yang kami lewati. Apakah bisa pinjam disini, kembalikan di lokasi lain? ternyata tidak bisa. Sepeda ini untuk wisata, bukan untuk transportasi.  Karena penuh terus, kami terus berjalan hingga ke titik pertama shuttle bus. Cukup jauh, apalagi bawa anak-anak di cuaca yang terik dilengkapi kendaraan lalu lalang berbahan bakar fosil yang menganggu.

Suana sudah berbeda tidak seperti awal datang. Pengunjung mulai banyak, dan saya mulai menemui apa yang dikeluhkan pengunjung di medsos. Shuttle tidak cukup, menunggunya lama. Shuttle yang kapasitas tidak sampai 10 orang ini  berangkat 5 menit sekali. Dan ini adalah weekdays, tak heran bila weekend adalah kekacauan disini. Tidak ada solusi lain transportasi kecuali membawa kendaraan listrik. Ka mi naik shuttle lagi, menuju tamna burung dan menyambung ke museum penerangan. Tampak sekarang di hal shuttle bus yang tadi kami awal datang sekarang ramai sekali pengunjung. Lalu lalang sepeda dan skuter yang ditumpangi pelajar yang berkunjung memberikan kegembiaraan yang menular.


Museum penerangan gratis, beda dengan transportasi yang harus bayar. Sepertinya dibiayi dengan baik oleh kementrian informasi. Kami diminta absen di layar yang disediakan. Diminta foto juga langsung dari anjungan absennya. Berisikan banyak sekali benda sejarah informasi di indonesia. Menggambarkan situasi komunikasi di daerah dan di zaman ketika komunikasi masih sulit. Beragam macam alat penyiaran juga ada disini sampai ada panorama ruang berita dan lain sebagainya. Tidak lupa macam kendaraan mulai dari sepeda, motor, hinga mobil, serta perahu yang pernah digunakan untuk menyambungkan komunikasi indonesia. Museumnya terawat dan nyaman. Dua museum yang saya datangi semuanya nyaman.


Keluar dari museum penerangan kami mau main sepeda, tapi menunggu sepeda city bike biar bisa boncengan. Karena terlihat belum ada, kami duduk dulu dipinggir jalan beli pecel sayur dan minum. Masih ada penjaja makanan yang lalu lalang yang tampak tidak resmi diatur.

Tepat selai menikmati sepiring pecel, ada beberapa city bike yang pulang. Kami sewa membayar 25ribu satu jam untuk satu sepeda. Petugas yang over staff ini melayani dengan baik. Bahkan untuk bayar dan titip jaminan saja beda orang padahal sebelahan. Yah berbagi rejeki namanya. Mungkin petugas dari wahana wahana yang masih tutup atau sudah ditutup. Kegembiaraan langsung meluap luap, menyenangkan sekali bersepeda dilingkungan seperti ini. Jalan yang bagus, tidak ada kendaraan motor dan mobil. Bersepda rasanya aman dan nyaman sekali. Kami keliling menuju danau. Mengitari danau yang ditengahnya ada pulau buatan yang dibuat mirip dengan pulan pulau yang ada di Indonesia. Suana sore yang menyenangkan kami jeda dengan beristirahat di sisi danau yang berangin nikmat. 


Andai saja sepeda ini dijadikan wahana transportasi, bukan untuk wisata. Seperti sepda yang disediakan di Kampus UI, atau sepeda yang ada di kota bogor. Bisa pinjam dimana dan kembalikan di tempat tujuan. Sangat solutif untuk shuttle yang sangat kurang. Perjanalan gowes ini kami nikmati sambil menghabiskan waktu 60 menit yang sudah kami bayar. Menara tinggi yang ada disamping danau kami hampiri, ternyata ada liftnya unutk naik. Tapi tidak berpoperasi sepertinya, padahal sangat epik bila bisa naik keatas.

Kami kembali ke pos sepeda, mengembalikan sepda tempat satu jam. Sepeda yang dilengkapi boncengan ini, ditambahkan jalu untuk kaki. Memberikan kenyamanan anak yang dibonceng. Disematkan pula fiber di roda belakang mencegak kaki masuk ke dalam jari jari. Pelajaran yang baik dari pengalaman. Semoga kedepannya sepeda disini bisa jadi transportasi, bukan sekeda wahana rekreasi.



Kami keluar dari taman mini, dan mencari makan. Memutuskan makan di warung sunda di tanjung barat sebelah tempat shusi.