Laman

Sabtu, 25 Maret 2023

Camping Hore Curug Putri Pelangi 4-5 Maret 2023




Akhirnya dijemput Koro setelah menunggu di depan bengkel. Jadi juga camping hore, udah ada wacana ini bertahun tahun lalu. Berangkat tanpa helm karena masih pagi dan hari sabtu pula😂. Kami tiba berbarengan dengan Yudi setelah perjalanan yang santai dan sepi di pagi hari.

Tema awal wisata kali ini touring menggunakan motor. Tapi karena pertimbangan khawatir hujan sepanjang hari, lebih baik naik mobil dan fokus pada kegiatan lain. Janji awal jam tujuh di rumah Baddy dan berangkat jam delapan. Bisa ditebak, karena memang jadwal yang tidak ketat datang sediki tergelincir dari jadwal pun tidak masalah. Maksum tiba paling awal, kemudian basit datang tidak lama setelah Saya tiba. 

Akomodasi camping hore kami sewa dari camp. Mulai dari tenda, alat masak, alat tidur, serta akses listrik dan lampu tenda. Konsumsi yang akan kami nikmati ada sedikit perbedaan saat di group whatsapp. Tapi dengan mudah saya yakinkan untuk makan mewah pada anak anak setelah Luink tiba di rumah Baddy.

Ada dua mobil yang kami gunakan. Mobil Luink ditumpangi pemilik mobil, Yudi, Koro, Baddy. Dan mobil Radzi yang datang paling akhir di rumah Baddy ditumpangi Saya, Basit, dan Maksum. Akhirnya perjalanan yang sudah dinantikan dimulai. Hampir jam sembilan kurang, kami berangkat menuju kegembiraan.

Tujuan pertama ke superindo pajajaran Bogor. Keluar tol bogor belok kiri lanjut hingga lokasi. Superindo ternyata cukup lengkap sesuai harapan. Seperti yang sudah disampaikan, ambil saja sesuai keinginan. Shabu-shabu kuah tom yam dan beef grill dengan beberapa bumbu menjadi tema makan malam mewah kami. Ambil ini itu sesuai kebutuhan. Menyenangkan sekali, berbelanja sesuka hati. Saya dan Basit yang terakhir mendorong trolly, berarti kami yang harus bertransaksi. Apa daya, kartu atm saya tertinggal. Untung ada Basit. Total belanja kami 809.000. Woah, seorang 100rb. Sebuah kemewahan untuk sekali makan. Yah ada juga beberapa tambahan seperti snack dan minyak yang tidak akan langsung habis sih.

Sebelum naik keatas jadwalny makan siang dulu. Berdiskusi baiknya dimana, awal tema sih mau makan siang "mewah". Saya mengajukan ide untuk makan di rumah makan padang yang searah. Tapi harus sekitar sini, karena kalau sudah masuk batu tulis sudah hampir tidak ada yang proper. Tapi kemudian saya ingat, ada resto emados. Kebetulan sekali saya belum pernah coba. Anak anak lain sudah pernah makan, karena bukber terakhir menu makannya ayam panggang dari situ. 

Berangkat ke Emados  yang saat itu sedang sepi. Pedan paket nampan biar pengalaman lebih seru. Kami pesan dua nampan, yang satu dengan nasi mandhi dan satunya nasi butter. Ada topping salad di pinggirnya, onion timur yang di cacah halus. Aroma dan rasa rempah terasa di ayam panggangnya. Nasi mandhinya juga enak. Walau untuk saya sendiri lebih prefer rasa yang lebih strong seperti masakan indonesia. Resto yang cukup luas dengan meja kursi yang banyak ini juga menjual ayam panggang seharga 40rb. Ukurannya sedang, terbilang sangat murah. Semacam lebih baik beli ayam ini daripada masak sendiri, karena murahnya. Tapi es teh manis 10rb per gelasnya. Kami berkelakar, bila untungnya tuh dari minuman. Kalau pesan ayamnya aja, ngga untung 🤣.




Perjalan berlanjut menuju melalui jalan Siliwangi menuju Stasiunbatu tulis. sekitar stasiun Batu tulis yang sedang ada pembangunan jalur kereta ini arusnya lambat. Tapi tetap lancar. Berkat pembangunan ini, tanjakan batu tulis juga menjadi lebih lebar. Lanjut ke jalan RE Soemantadiredja kami di sambut tanjakan terjal namun bisa dilalui mudah karena jalannya bagus. Tidak lama sudah di persimpangan menuju tajur halang jalan Suka bakti. Jalan mulai menyempit tapi masih bisa bila diallui dengan baik. Sepanjang jalan, semua mulus aspal. Saya mengarahkan ke lokasi karena sudah pernah kesana sebelumnya. Sampai nanti di wilayah akhir pemukimana penduduk, jalan terbagi dua. Ke kanan untuk masuk dan kiri untuk keluar. Sebelumnya kesini naik sepeda, jadi bisa ambil kiri. Ternyata jalur kanan punya pemandangan yang lebih terbuka. Tapi satu hal yang baru saya sadari, jalan kesini tuh sempit untuk mobil. Ada pikiran, bila saja berpapasan dengan mobil lain pasti repot. Beruntung tidak kejadian sampai selsai acara. Setelah tanjakan terakhir, jalan mulai menurun. Terlihat tebing yang sedang dibangung entah untuk apa. Tapi jalan ini cukup membahayakan, jalan yang hanya muat satu mobil ini tepat ada di samping jurang dan sebagian jalan tanah.

Tiba di lokasi, masuk keparkiran kami disambut oleh pegawai disana. " Yang glamping 8 orang ya?", cukup unik karena selama saya komunikasi dengan pengelola tidak pernah ditanya nama. Parkirannya tanah, banyak yang tidak rata, sangat wajar apalgi buat parkir mobil. Kami diarahkan ke tenda hijau yang sudah didirikan, sudah dipasang fly sheet. Kompor dan nesting sudah disiapkan, matras dan kasur yang sudah di gelar siap untuk di rebahi. Cuaca agak panas untuk ukuran gunung. Tidak terasa dingin, tapi tetap sejuk. Wajar sih, tenda di desain untuk menahan dingin bukan untuk tahan panas. 




Setelah sedikit isttirahat menikmati suasana juga shalat. Kami siap menuju curug dibawah. Ada opsi menggunakan angkot seperti yang ada di daftar harga. Tapi kami memutuskan jalan kaki saja. Beruntung bertemu dengan dua orang yang juga menuju curug, mereka tampak kembali dari arah bawah di jalan untuk kendaraan. Mereka bilang lewat tangga saja, jalan disini jauh. Jalan bertangga ini ternya sangat rapih dan nyaman dilalui. Dibuat dari hebel yang disususn dan di batasi bambu agar tidak mudah bergeser.




Langkah menuruni anak tangga usai setelah 15 menit. Disambut generator listrik tenaga kinetis memanfaatkan aliran air. Tidak nampak petugas operasional disini maupun pedagang. Ada beberapa group wisatawan yang sudah lebih dulu ada di lokasi. Kami duduk dan melihat sekitar, karena di lokasi curug didominasi salah satu grup wisatawan. Hujan turun tak lama berselang. Memaksa para wisatawan untuk berteduh. Sejak awal kedatangan, sudah ada hujan ringan, menyebakan ada aliran air di tenda. 
Beruntung sigap diatasi setelah kami sampaikan keluhan. Tidak mau menunggu hujan yang tidak jelas kapan reda, kami lanjut ke curug untuk menikmati segarnya aliran curug yang dibendung. Bendungan buatan kadang berujung kurang elok. Air jadi tampak keruh, karena sirkulasi air tidak alami. Mengambil beberapa gampar utnuk kenang kenangan dibawah deras air curug.







Curug ini ada di lembah , sepertinya ada dua akses menuju curug ini. Bisa dari tempat kami camping atau dari sebrangnya. Karena terlihat ada jalan ke arah lain. Bisa dibilang sepi, ditambah tidak ada kegiatan operasional disini. Menikmati ketenangan alam yang diiringi suara deburan air yang jatuh dari ketinggian beberapa meter. Sambil menikmati kehangatan segelas kopi atau teh. Tenang dan tidak tergesa gesa. Nikmati tanpa ekspetasi , alam memberikan keindahan bagi mereka yang meresapi.






Udara yang sejuk dan ratusan anak tangga merupakan kombinasi yang menarik. Area terbuka yang mempersilahkan angin lalu lalang. Dan rasa penasaran sensasi memasak di ruang terbuka. Menuntun kami mengambil beberapa bungkus indomie, menyiapkan piring dan membuka bungkusnya. Nesting kami buka, ada kompor di dalamnya. Gas terpasang sambil coba coba, mengeluarkan bunyi bertekanan dari kaleng gas. Sedikit mengagetkan para amatiran. Pemantik di kompor yang kami pinjam tidak ada yang berfungsi, dan kami tidak punya korek. Bermodalkan korek pinjaman kami menyalakan kompor, agak ngeri awalnya. Bahan cendrung menakutkan . Karena api tersulut dan menyala besar. Pengalaman sangat penting disini, percobaan pertama yang dibayangi resiko.

Menikmati bersama mie hasil rebusan bersama. .Nikmat, suasana, waktu, dan siapa, sempurna, bahagia. Tidak puas hanya mie. Kami buka bungkus frozen fries, tuang minya di nesting. Beberapa obstacle kami hadapi, mulai dari angin yang meniup api, sampai cari akal untuk mengangkat kentang goreng dari minya yang panas. Entah bagaimana, selatah selesai masak api berkobar di salah satu kompor. Saya dengan sok pahlawan bergegas mematikan kompor. Tapi naas, dengan tangan kiri saya memutar knob kompor kearah kiri. Api makin besar, reflek ada gerakan tiba tiba. Kompor yang diatasnya ada nesting berisi minyak panas goyang dan menumpahkan minyak panas. Menyirap jempol kiri tangan saya. Dengan modal pengalaman pernah tercelup air panas sebelumnya, saya langsung berlari menuju sumber air dan mengaliri siraman minyak. Kulit yang berubah warna terus menerus memberikan sinyal nyeri terbakar. Bolak balik mengganti air agar suhunya tetap dingin. Bahan sampai malam menjelang tidur, saya mencelup tangan saya agar rasa nyeri diredam dan berharap tidak bergelembung.

Tenda yang kami pesan include lampu tenda. Saya pikir model lampu darurat, ternyat ditarik kabel dan ada bohlam lampu yang dipasang di dalam tenda. Kemewahan yang hanya tenda kami miliki di camgroung yang perlahan penuh. Listrik yang terinfo harus menarik kabel, ternyata disedikan langsung ke dalam tenda. Pelayanan spesial sepertinya. Yang menarik, listriknya dari genset. Di lokasi yang hanya 15km dari pusat kota bogor ini tidak ada listrik. Yah di gunung sih, tiangnya sih ada yang tertancap saat kami lewat tadi.




Terang yang hilang, berganti gelap. Gemerlap cahaya buatan bertaburan di pandangan kami. Gunung gede pangrango terlihat glamour dengan perhiasan malamnya. Pertunjukkan yang saya bayangkan saat mau camp disini. Walau tanpa pucuk gunung yang bisa terlihat. Keindahan ciptaan Yang Maha Kuasa tiada duanya. Maka, nikmat mana lagi yang engkau dustakan wahai manusia.




Makan post curug tadi sore membisikkan ide untuk makan besar agak malam saja. Karena masih kenyang toh bila masak terlalu dini. Saya rasa karena desakan rasa nyeri di jari, mungkin dengan berkegiatan akan mengurangi rasa nyeri. Saya siapakan alat masak dan bahan awal. Memulai mencacah bawang putih untuk bumbu tomyam yang lebih strong. Tapi tentu saja, bukan sayan menyalakan kompor. Air yang sudah mulai direbus bisa menunggu bawang dicacah halus dan bumbu tom yum dibuka. Bumbu dituang ke dalam air saat didih air mulai nampak. Tentu diawali bawang putih, dan juga potongan cabai. Perlu ditegaskan, tom yum itu aslinya pedas menggunakan cabai. Kemudian daging slice di masukkan beberpa lembar sebagai basis lemak di kuah. Selanjutnya diaduk untuk memastikan tingkat kematangan. Masuk jamur enoki sebagai penyeimbang pesta protein malam ini. Baso ikan dan bakso daging pun mengantri untuk menjamu makanan mewah kami. Semua yang kami beli harus habis malam ini, karena besok pagi sudah ada roti yang menunggu.




Kompor yang memakan korban, sudah ditukar dengan yang lebih jinak. Yang saat ini sedang menjadi kompor grill untuk dua paket daging yang dimarinasi dengan dua bumbu berbeda. Bumbu bbq dan bulgogi berkolaborasi terpisah memikat makan malam kami yang berujung lebih meriah. Walau kami makan tanpa karbo, ternyata memang ini porsi lebih. Tersisa porsi tomyum yang cukup banyak untuk dihabiskan terakhir.

Kami terbagi dua di malam ini. Saya mendengarkan perbincangan para investor yang sedang berbincang. Istilah menarik yang belum pernah saya dengar, saya  luruskan dengan pertanyaan. Bolak balik memperbaharui air agar tetap dingin. Berharap ada uang dingin yang bisa saya gunakan untuk ikut ikutan investasi saham seperti mereka. Tapi belum ada. Di sisi terdalam tenda, pertandingan mencari raja dan booby terus berlangsung. Gempuran dan jebakan dipanasi psywar saling berbalas sepanjang pertandingan. Group diskusi saham sudah tutup, rebah dan mencari posisi. Saya yang berusaha terpejam lelap, masih gagal. Hanya tidur tidur kecil yang kerap membuka mata. Iseng cek hp yang sinyalnya gantian, ternyata sudah tengah malam. 

Dingin yang diprediksi akan lebih mengiggit di malam hari. Ternyata masih bersahabat. Namun tetap perlu sleeping bag untuk tidur yang nyaman. Lampu yang dimatikan menyajikan istirahat yang dalam. Suara jangkrik yang juga kodok yang bersahutan, mengantar tidur kami. Just like old time, bincang malam sebelum tidur. Dengan tema "coba" dan "kunci". Kita tidak tahu masa depan , kita hanya berusaha. Jangan mendahului takdir, jangan menolak rezeki. Semoga dimampukan.

Setelah semalam tidur dengan rasa cemas, takut terlewatw sunrise. Saya bangun sebelum alarm berbunyi. Bangun dan sholat shubuh. Kembali ke tenda dengan harapan menyaksikan kilauan cahaya keemasan dari ufuk timur. Muncul dari balik gunung gede pangrango. Duduk di kursi yang dibawa radzi dari cafe diatas. Saya mengajak Luink untuk duduk dan menikmati terbitnya matahari. Tapi mentari masih malu dibalik kabut. Awan yang selalu menutupi puncak gunung tidak pernah bergesr. Sangat kukuh di posisinya. Gemerlap butiran cahaya lampu di kejauhan kaki gunung perlahan hilang. Berganti dengan punggung gunung yang hijau memanjakan mata. Kami semua duduk memandangi gunung gede. Kami berpose membelakangi gunung sebagai kenangan di pagi hari.




Kompor kembali menyala, merebus air untuk memasak mie instant. Kentang goreng juga dihabiskan untuk menemani pagi yang semakin terik. Sambil mengunyah roti tawar berlapis olesan coklat yang dibuatkan Luink. Semua makan dengan tenang, sambil beerapa menyeruput kopi. Tak diduga ada kejutan dari sebelah. Tenda sebelah menwarkan sarapan yang mereka tidak makan. Ada beberapa box sarapan yang berisikan nasi goreng. Tentu kami terima, dan dimakan semampunya. Sebuah kejutan spesial, makan terus sepanjang kebersamaan.

Berdiskusi kemana lagi setelah ini, sambil memasukan barang masing masing ke ransel. Kami packing untuk menyudahi pemandangan gunung gede pangrango ini. Teknik berkendara dibutuhkan untuk keluar dari tempat parkir. Tanjakkan yang tebuat dari kerikil ini beberapa kali membuat mobil Radzi selip. Kerikil ini di tahan seperti semacam jaring jaring sehingga tidak buyar tersiram air hujan.

Melalui jalan yang sama untuk keluar dari lokasi camping. Sedikit terpisah di kota. Karena ada ada beda persepsi kemana tujuan selanjutnya. Kami menuju Kopi Nako Jati, sebelah sana menuju Kopi Nako taman budaya via tol. Kopi Nako Jati kami tuju melalui sumarecon Bogor. Yang kami ketahui untuk pemandangannya. Memandangi perumahan yang belum jadi ini memang menakjubkan. Indah memandang punggung bukit yang kini berganti perumahan beserta pelengkapnya. Saya baru tahu ternyata tembus keatas ternyata ada tempat golf dan ada kavling kavling juga. Mendekat ke lokasi, terlihat parkiran yang penuh. Kami cukup tepat waktu datang disaat ada yang keluar. Tempat yang sangat ramai ini agak kurang cocok untuk jiwa jiwa yang mencari ketenangan. Sebenarnya apa yang dicari ya disini. 

Pemandangan yang di bisa dinikmati dari balkon extra luas dengan bean bag bertaburan. Lalu lalang pelanggan membaewa nampan berisi pesanan dari tempat memasan. Saya yang ternyata sudah tidak bisa minum kopi, agak bingung ketika memesan. Minuman non coffenya hanya ada tolak angin. Ya benar, tolak angin jamu yang biasa untuk orang masuk angin. Dengan agak lucu, akhirnya pesan avocado coklat dengan tolak angin. Cokelat yang menyenangkan dengan rasa avocado, ditendang dengan kehangatan tolak angin. Minuman yang sehat sepertinya. Entah apa motivasinya variasi menu non coffe hanya ada ini. Mungkin ada tempat pesan lain? Para bapak-bapak ini akhirnya dapet bean bad di area faovrit. Karena banyak yg bubar karena takut hujan yang ternyata cuma sebentar.




Untuk menutup kegembiraan camping hore ini, kami makan siang di rumah makna padang di kelapa dua. Rekomendasi dari Yudi. Wow hebat, nasi padang lain yang sambalnya pedas. Mantap. Untuk saya yang hampir kehilangan kepercayaan bila padang itu pedas, akhirnya bertemua lagi nasi padang yang pedas. Setelah terkahir bertemu di daerah Ciracas beberapa tahun lalu. Rekomendasi yang sangat baik. Saya pasti akan kembali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar