Laman

Kamis, 12 September 2019

Hotel Pangrango Salabintana , Suspension Bridge

Awalnya rencana kami itu mau ke Bandung atau Ciwidey sekitarnya. Karena bosen di puncak dan tetap mau yang dingin. Memang pilihan tepat, tapi berhubung ada Bayi Utsman yang masih 3 bulan. Urung berangkat kesana karena khawatir terlalu lama di mobil. Mengingat proyek tol bekasi yang masih menyebabkan macet. Hingga 5 jam perjalanan Bandung Jakarta. Jadinya beralih ke Selabintana Sukabumi, sekalian ke Situ gunung, nyobain Suspension bridge yg berkesan.

Kira kira berangkat dari kebagusan itu 0830. Karena kebetulan saya malamnya masuk malam, jadi baru sampe rumah 7.30. Bersiap siap sebagainya lalu berangkat. Kebetulan hari senin, jalan pun relatif lenggang hingga Ujung Jagorawi. Memasuki BOCIMI jalan tol ini seperti tidak ada peminatnya di senin pagi arah ke sukabumi.


Jalan kosong, sangat menggoda untuk menginjak gas. Tapi kontur jalan plur yang tidak rata memperingatkan kita untuk hati hati. Keluar tol, memasuki jalan Tangkin Argabinta, kepadatan kendaraan mulai terasa. Dan tidak diduga jalan makin melambat hingga merayap dan sering berhenti. Kami menghadapi kemacetan yang panjang. Sungguh tak terduga. Ditengah perjalanan yang sering berhenti, Ayah kami merasakan keanehan pada rem mobil. Seperti Kanvasnya habis. akhirnya kami memutuskan untuk berhenti dan mengecek kondisi rem. Benar saja, kanvas rem nya habis. Setelah tiga tahun pemakaian. Beruntung Ayah kami seorang mekanik. Jadi tidak repot mencari bengkel. Sayang sekali bengkel terdekat tidak ada suku cadang ygn dicari. Terpaksa naik ojek online ke bengkel lain berjarang 2 km. Terimakasih perkembanganjaman.

Kanvas rem ditangan, amplas pun menyusul. Kami bisa melanjutkan perjalanan dengan tenang kembali. Alhamdulillah, ini pilihan tepat menuju sukabumi. Karena terdeteksi diluar tol. Apa jadinya kalau kami ke bandung, di jam yang sama pasti masih di dalam tol.

Rencananya kami akan makan siang di Situ Gunung, tapi perjalanan melelahkan yg tak terduga ini memaksa kami makan siang di masjid dipinggir jalan. Awalnya kami sudah shalat di masjid Nurul Anda, dan berniat mencari tempat untuk memakan bekal. Karena macet tak berkesudahan kami berhenti di masjid lain

Meratapi relaita, pukul 2 kami masih dijalan. Situ gunung di hari pertama kami urungkan, dan diputuskan di hari kedua . Langsung menuju ke Salabintana mencari penginapan. Hotel Salabintana menjadi target utama kami. Kami belum booking, memang diniatikan insidental, kata Ibu kami pasti dapet katanya. Ternyata penuh :D. Akhirnya pindah ke hotel pangrango.

Hotel bintang 3 ini semuanya bungalow.  Ada yg dua orang per ruangan. Sampai 2 ruangan muat 4 orang. bisa tambah bed juga untuk extra. Start 600k hingga 1400k  (2019). Disambut dengan ramah di Ruang receptionist yang terbuka. Berjaja sofa yang terlihat nyaman di udara yang sejuk. Kami memesan bungalow anggrek, plus 2 extra bed. Bungalow berlantai kayu ini punya dua kamar tidur, satu ruang utama dan sebuah kamar mandi. Memiliki parkir pribadi , cukup untuk dua mobil tiap bungalow.
Deretan bungalow ini diperindah dengan rindangnya pohon pinus. Sangat memberikan kesan dataran tinggi. Ada kolam renang, lapangan basket, dan lapangan sepakbola kecil. Banyak juga spot  ruang terbuka. Cocok sekali untuk acara outdoor, ataupun garden party.


Sore sampai hotel, malamnya kami keluar cari makan. Kebetulan atau memang biasa sepi, di hari senin itu jalan Salabintana serasa lenggang. Kami mencari tempat makan yang pas. Saya membelokkan stir ke sebuah restoran yang cukup kasual dengan menu andalan masakan Nusantara.

  Iga Mercon 


Ada juga tempat lesehan, tapi karena malam yang dingin kami memilih di dalam. Resto ini juga menyediakan menu minuman dengan nama nama yang unik, berbasis soda dengan variasi rasa yang segar.

Selepas makan kami kembali ke hotel, menikmati tidur di udara dingin dengan berselimut.

Dinaungi pepohonan pinus , matahari pagi pun sulit mampir ke bungalow kami. Kesan sejuk dan dingin tetap terjaga walau matahari sudah bersinar. Kami mengawali pagi dengan mengisi sedikit energi dan kenikmatan.  Cukup dituang air panas dan buka bumbunya, keindahan dipagi hari sudah ditangan. Mengeluarkan asap asap yang jahat menggoda selera.


Kami bergerak menuju resto untuk sarapan, menikmati keramahtamahan hotel melalui cita rasa yang mereka siapkan.


 sumringah melihat prasmanan yang disiapkan, walau hanya ada 3 tamu. Tapi hidangan nampak memuaskan. Ada nasi goreng, ayam goreng, Kwetiau mantap. TErsedia juga potongan potongan buah, dan dilengkapi minuman jus jeruk botolan. mantap.

Ada juga roti yang bisa kita panggang. Lengkap dengan mentega dan selainya. Sesungguhnya ingin sekali manggang roti ini hanya untuk mencicipi. Tapi apa daya, tidak paham menggunakan roaster dan enggan bertanya hahaha.

Makin terbuai dengan adanya omelet yang langsung dimasak ditempat. Adonan telur susu yang dengan toppping paprika merah dan hijau. Dimasak oleh chef yang berseragam rapi. Ditengah udara sejuk pegunungan, sungguh indah.

 Inilah definisi kepuasana makan, bahagia. Dengan cita rasa tempat dan suasana yang tenang sejuk. Senang rasanya, perut kenyang hati senang. Perut penuh gerak pun rusuh.

Perut yang terisi merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum renang. Setelah makan bahagia kami bergeser ke kolam renang. Untuk tentu saja, melihat lihat air di dalamnya., memandangi air yang bergerak teritup sepoi angin. Jangan ditanya betapa dinginnya, segar rasanya. Terdiri dari dua kolam, ada kolam dewasa yang cukup panjang untuk olahraga. Dan ada kolam anak dengan perosotan simple. Keduanya tidak dalam kondisi terbaik. Pohon pohon pinus menjadi latar belakang  kolam kolam berair dingin itu. sayang sekali, hampir tidak ada foto dengan pemandangan itu di kamera handphone saya.

Kenyamanan udara sejuk ini, bila boleh memilih rasanya tidak ingin saya sudahi secepat ini. Keterpaksaan early check out ini karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Situ Gunung, lokasi wisata alam yang pernah kami datangi sekitar tahun 2010 kalau tidak salah. Karena perubahan rencana di hari pertama, akhirnya dipindah ke hari selanjutnya.

Kami checkout menuju Situ Gunung sekitar jam 9-10. Kira kira satu jam perjalanan kami sampai di lokasi. Keadaan sangat berbeda dibanding dulu kami kesini. Ramai sekali, padahal ini hari senin. Yaa memang sedang libur anak sekolah, jadi ramai itu sudah seharusnya. Tapi kondisi jalan tetap sama, sempit pas dua mobil ketika mendekat ke lokasi. Sudah banyak mobil yang parkir diluar lokasi karena parkir yang full,  Terlihat mobil tetangga kami di penginapan ada sudah terparkir di pinggir jalan. Beruntung, saat kami masuk ke areal parkir , ada yang akan keluar. Kami diminta menunggu sesaat.  Saya masih sangat ingat dulu areal ini masih berupa bebatuan dan tanah sebagai areal parkir. Dengan warung yang berjajar. Sekarang, sudah ada areal komersil berupa warung warung bertingkat dua. dan ada pintu masuk pun berupa gapura dengan pos tiket. Di Gapura itu kami membayar biaya per orang dan juga untuk parkir mobil. Dengan tiket masuk itu, kita bisa menjeljah ke semua tempat disini, kecuali melalui jalur suspension bridge.


Area Suspension bridge ini sangat berbeda. Berbeda pula dari semua wisata taman nasional. Memiliki elektric gate, dan ada pantauan security.  Tiap orang pun diberikan gelang sebagai tanda masuk. Wah, Epic. Terkesan mahal. Memang mahal, perorang 50rb. Bila dibandingkan wisata rakyat lainnya. Dengan harga itu, kita dapet welcome snack and drink. Kita dituntun untuk menikmati suasana hutan yang tentram di ampitheater berdesign natural. Ada restoran menengah dijalur suspension bridge. Makin manis dengan jaring untuk bersatai di ketinggian. View jurang pegunungan berhutan, sempurna.

Memasuki area suspension bridge, tiap peserta menunjukkan gelang pada petugas. Agak mengantri pada hari itu, memang waktu itu hari kerja. Tapi masa-masa liburan sekolah. Jembatan ini memiliki kapasitas maksimal, dengan bantuan electric gate sangat membantu dalam menjamin kemanan dan ketertiban. Tersedia pula layar LED besar menunjukkan kapasitas dan jumlah pengunjung yang sedang di dalam jembatan.

Menakjubkan, jembatan ratusan meter ini terhampar luas hingga ke sisi selanjutnya. Menyebrangi jurang dibawahnya. Memiliki struktur dan build quality yang kokoh, memberikan rasa aman ditambah body harness dengan kaitan yang disiapkan apabila terjadi hal buruk. Goyangan jembatan tak terlekakkan tiap kali melintas. Saya sangat menikmati diatas sini. Walau matahari terik, udara pegunungan menyejukkan. Butuh belasan menit, atau saya menikmati belasan menit diatas sini. Untuk kalian yang tidak mesra dengan ketinggian. Lebih baik lewat jalan yang melelahkan atau berdiam diri saja di ampi theater.

Di akhir jembatan , perjalanan dilanjutkan melalui trekking menuju lokasi. Jalan berbatu khas jalur gunung yang ditata untuk tourist santai. Di akhir trekking, perjalanan diatur sedemikian rupa agar tiap pengunjung melewati pujasera dan jajanan yang berjajar. Puja sera ini sebenernya sangat kontras dengan image yang sudah dibangun di awal perjalanan. Karena lebih kepada kesan kotor. Ditambah, parit yang dibangun di sekitarnya malah menjadikan pujasera ini kumuh karena kotor.

 

Untuk perjalananpulang, bisa kembali melalui jembatan atau menggunakan ojek yang akan mengantarkan ke pintu gerbang area wisata. Dulu saya pernah coba ojek ini. Dan ini pengalamanyang seru dan menakutkan. Melalui jalan sempit yang konturnya tidak jelas, pada ojek ini memacu kendaraan dengan cepat. Kurang memperhatikan keamanan, yang penting cepat. Beruntung mereka sudah sangat hapal dengan medan. (RIF -2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar