Laman

Senin, 08 April 2019

Deras Seperti Arus Sungai



Air seperti diguyur dari langit. Disaat senja yang mungkin cukup cerah seperti biasa, tiba tiba turun hujan sangat lebat. Mendadak kamar saya pun sejuk terasa, karena kombinasi angin dan air yang kompak memberikan rasa nyaman untuk tetap di kamar. Ranjang yang membentang memanggil untuk tetap berbaring dan nikmati sauana. Lembut dan nyaman. Menjelang maghrib, hujan pun reda. Perassan lega mencuat, dimudahkan untuk berangkat kerja. Hujan rintik rintik, romantis mengiringi pergantian terang dan gelap.

Gemericik air terdengar , memecah kesunyian di komplek tua. Merupakan pertanda yang kurang menjanjikan. Sebuah resiko membayangi bila memilih menggunakan ojek daring. Saya sedikit lupa, sepertinya waktu itu harus berangkat tanpa kendaraan sendiri. Tak sanggup memperhitungkan resiko, saya memilih menggunakan taksi daring. Sejenak risau, khawatir harga akan melonjak dan tidak ada driver tersedia disekitar. Alhamdulillah, tidak perlu menungu lama, saya dapat driver. Dan harganya memang naik, tapi tidak ekstrim.Hany sekitar tiga ribuan lebih mahal dari biasanya.



Gerimis di langit gelap itu menyertai keberangkatan saya. Naik di depan disamping driver. Berjalan melalui rute tercepat. Masih di dalam Permahan Taman Yasmin, tepatnya di Jalan wijaya kusuma, tidak jauh dari taman kanak kanak, hujan mendadak membesar. Layaknya badai, deras sekali. Sungguh bersyukur karena memilih naik mobil. Bila waktu itu pilih naik motor online, bisa bisa kebasahan, terutama sepatu.

Beruntung jalan terbilang lancar, termasuk jalan menuju stasiun. Padahal, bila habis hujan  sepeti ini kan macet di salah satu ruas jalan. Mungkin karena saking derasnya, sampai sampai jalan pun sepi. Sesaat menuju titik tujuan, saya mempersiapkan stratgegi untuk segela berlari dan melangkah sebaik mungkin menghidari genangan. Tapi air berkata lain.

Deras sekali hujan, debit air seperti tumpah. Bukan genangan yang harus dihindari, tapi ini seperti aliran sungai. Air turun dari palang pintu parkir menuju jalan begitu derasnya. Sudah pasti, tinggi arus pun menenggelamkan sepatu saya. Bergegas bergerak, hanya untuk mengurangi basah diatas. Di muka pedestrian pun banyak orang berteduh, butuh sedikit berkelit untuk menembus barisan masyarakat yang tengah berlindung.

Berjalan agak cepat, demi memanfaatkan waktu. Tidak pernah seramai ini saya melewati pedestrian berkanopi di stasiun Bogor ini. Tentu saja, saya akan terus berjalan melalui pedestrian beratap ini, memutar tak masalah yang penting tidak terkena hujan dan genangan. Pedestrian ini terpotong di salah satu sisinya, entah kenapa tidak pernah dilanjutkan. Mungkin memang sengaja untuk logistic alat beroda.  Memandang jarak antar pedestrian ini memang tak ada cara lain selain agak melompat. Dengan beberapa pijakan, saya mendarat di pedestrian selanjutnya. Mencari celah,bergeser geser. tapi celah tak kunjung ketemu. Saya berhenti sejenak, memandang kearah jauh. Tertanyata padat semua. tidak ada lagi celah untuk berjalan kecuali lewat pinggir.

Tidak ada pilihan lain, saya melompat dan kembali pasrah dengan kaki yang tenggelam. Menyusuri parkiran motor,  sejenak terlindungin dari air. Dan masuk ke hall ticketing Stasiun Bogor yang megah. Indra pendengaran menjadi sensitive bila memasuk hall ini. Karena informasi adalah segalanya. Dan di tengah hujan ini. Informasi sangat penting! Saya mencuri dengar dari commuter lain yang bertanya pada satpam. Saya pun dengan percaya diri, bertanya di tengah hujan deras. " Tiga duluan ya pak?"  Pak satpam mengaminkan. Saya bergegas ke arah peron tiga. Menembus hujan, menyebrangi jalur jalur kereta datar.

Sedikit kebingungan, karena kereta di peron tiga sepi. Tak Nampak seperti kereta yang akan jalan. Saya pun menungu pengumuman. Tapi tak kunjung ada. Saya baru sadar jaket water resistant ini sudah tamat. Basah kuyup, tembus sampai dalam. Menit serasa sangat lama. Akhirnya pengumuman pun tersiar. Jalur 5 yang selanjutnya jalan, bergegas akan pindah. Tapi apa daya, ternyata kereta langsung berjalan didahului nada akrab. Ini sungguh terlalu, sebuah pengumuman tidak berguna. Tak sampai satu menit announcer mengumandangkan. Kereta pun menutup pintu dan pergi berlalu.

Stasiun Bogor sungguh lumpuh bila hujan deras seperti ini. Gelombang manusia tertahan di peron 2 dan tiga, dimana atap bernaung. Berlari menembus hujan, ke jalur tuhuh. naik ke kereta berlantai basah. Menyusuri kereta kereta ini ke tempat biasa, kereta tiga. Duduk, sebelumnya memastikan celana tidak terlalu basah. Jaket pun saya buka, demi menghidari masuk angin. Kaos pun harusnya dibuka juga, karena basah tak terkira.

Saya berpikir untuk pulang dulu ke kebagusan sebelum ke RS. Saya sudah bilang , pinjam sepatu pada kawan yang jaga. Karena baju kerja ada di tas. Tapi sepatu tak terselamatkan. Memasuki stasiun Depok Baru, terlihat dari jendela tidak ada tanda tanda hujan deras. Hanya gerimis romantis. Maju terus hingga Univ Pancasila, kering. Ya. Kering. Keluar dari kereta tampak seperti orang yang mandi pake baju. Di Stasiun tanjung barat, kering. Bahkan tidak ada tanda gerimis pun. Bila saja saya bisa tau apa yang dipikirkan orang orang, mungkin mereka bertanya tanya. Hujan dimana adanya wahai kawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar