Sedikit terengah-engah setelah sedikit berlari mengejar kedatangan kereta. Sebuah upaya hasil pantauan aplikasi KRL access. Di waktu hampir tengah malam seperti ini, ketinggalan kereta bisa jadi penyesalan tak berujung 😂.
Naik gojek dari Jambo kupi, bercengkrama dan bersilaturahim dengan kawan-kawan layaknya saudara. Sebuah tarif gojek yg mungkin bisa dipangkas setengahnya bila saja ada angkot yg bisa ditumpangi. Tiga angkot berlalu kala menunggu, hingga akhirnya tak muncul lagi.
Sebuah nongs yang tidak terencana. Sejatinya besok pagi ada janji untuk belanja baju Umar, mutlak tidur cukup dibutuhkan agar tidak membuang waktu akibat nambah tidur. Tapi nasib berkata lain. Lagi lagi perjalanan malam ini dimulai karena gojek.
Tarif gojek high demand di saat saya pulang kerja. Menyentuh 10rb menumbuhkan benih benih ide untuk naik angkot saja. Tapi pengalaman menunggu angkot di jam pulang masuk sore seperti ini membekas di memori, memori kurang menyenangkan. Apalagi go-pay pun habis, tak ada uang kecil untuk angkot. Niat untuk meminjam pada rekan pun diurungkan, tak sampai hati menyita waktu mereka yg tengah asyik melayani masyarakat.
Menunggu pun terjadi lagi, sebuah durasi yang cukup lama dibandingkan pengalaman sebelumnya. Dengan tarif 9rb , itupun setelah top up terlebih dahulu. Jari jari yang agak berat men-tap layar di tanggal tua seperti ini. Seakan menghimbau untuk menghemat sebisa mungkin.
Motor Blade yang sepertinya sudah berumur, mungkin seumur dengan Supra X milik saya. Mesin meraung-raung seperti dipaksa untuk bekerja. Tidak meyakinkan. Bukan performa motor dan rider yang baik. Tapi yaaa.. inilah gojek. Malam ini bersama rider yang kita gunakan terawat kuda besinya.
Perjalanan indah seperti biasa, seperti malam malam yang sudah sudah. Melewati SMA 28 , motor menyusuri jalan menurun menuju arah pasar Minggu. Bagi mereka yang sudah biasa naik motor atau mungkin kendaraan dengan roda berisi angin lainnya mungkin sudah hapal dengan sensasi ini. Sensasi kehilangan grip, dan seperti pentil ban yang terlindas setiap roda berputar. Oleng tak menentu, rider menepikan motor. Kami pun seakan sepakat dalam sanubari, perjalanan ini tamat hanya sampai disini.
Hati yang tidak terburu buru ini terasa tenang, santai dengan rencana untuk jalan kaki sampai stasiun. Tapi logika membisikkan suatu hal yang logis, tentu saja. Jarak masih cukup jauh,dan anti naik kereta berdiri lagi? Bukan pilihan terbaik. Perut yang sudah rencananya akan di Refill, memberi solusi untuk mampir di warung tenda. Hingga mereka semua menyepakati untuk meminta tumpangan dari Basit.
Menuju Jambo, dan bersenda gurau sembari membahas skripsi sang empu industri jurnalistik game ini.
Malam ini seperti sebuah sentilan kecil, untuk lebih cepat menentukan sesuatu. Jangan sampai kehilangan konsep dan lupa akan nilai nilai yg sudah digenggam. Ya betul, jangan sampai lengah. Atau nanti kita ditumpangkan pada gojek yang bannya bocor di tengah jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar