Sebuah kota di Jawa Barat yang
terkenal akan jajanan tahu. Memiliki suatu perkampungan yang disebut Kampung
Toga. Awalnya kami ingin menuju sebuah pemandian air panas yang ada di
Sumedanag, namun setelah mencari tahu lebih lanjut ternyata tempat wisata tersebut
kurang bagus menurut beberapa artikel di internet.
Perjalanan kali ini bukan jalan -
jalan seperti biasanya. Vakansi kali ini adalah permintaan dari nenek kami
tercinta yang ingin diajak jalan-jalan. Seorang nenek yang telah memilki empat
generasi di bawahnya. Sehingga demi mewujudkan keinginan beliau, bukan hanya
keluarga saya, tapi keluarga bibi juga ikut. Dua mobil kami gunakan, semua yang
ikut berjumlah 14 orang yang dua diantaranya masih bayi dan juga balita.
Perjalanan dimulai dari pukul
empat sore 24 Agustus 2014 dari Jakarta. Melalui tol Lingkar Luar kemudian
melanjutkan ke tol Cikampek sampai ke Tol Purbaleunyi. Hari semakin gelap
ketika roda-roda mobil kami bergulir menyusuri aspal Tol yang terkenal dengan
jalan tanjakan dan juga turunan yang amat panjang. Kami istirahat untuk shalat
maghrib di rest area 147, rest area yang sama ketika kami menuju Garut. Saat
itu rest area terbilang ramai, namun penjaja makanan hanya beberapa yang masih
beroperasi. Ada keunikan yang saya temui di rest area ini. Untuk pertama
kalinya saya menemui sebuah mushalla di rest area yang memisahkan jamaah yang
shalat fardu dengan jamaah yang shalat Jama'. Ketika masuk ke pintu mushala,
ada sebuah tiang yang memilki penunjuk arah yang memisahkan jamaah.
masuk ke kota sumedang
Selepas jalan tol, kami dihadapi
padatnya arus kendaraan yang ternyata imbas dari perbaikan sisi jalan
dibeberapa ruas jalan dimana IPDN berlokasi. Selebihnya perjalanan malam kami
lancar tanpa hambatan berarti. Sampai kami diarahkan menuju arah lain karena
ada pengalihan arus, setelah saya amati di Google Maps ternyata kami harus
memutar karena ada sesuatu di balai kota. Tanpa ada pengalaman maupun informasi
pasti mengenai lokasi kampugn tersebut, kami beberapa kali harus bertanya pada
warga sekitar. Bila datang dari arah cileunyi, setelah memasuki kota sumedang
dengan ditandai balai kota, kita akan melewati polres dan ambil kanan dengan
BRI sebagi patokan. Dari jalan tersebut lurus saja hingga menemukan pertigaan,
lalu belok kanan. Telusuri jalan hingga belok kiri di jalan Gunung Puyuh
Kemudian lurus hingga nanti kita akan menemui sebuah Struktur huruf besar
bertuliskan "kampung Toga" berwarna merah. Kemudian belok kanan dan
terus lurus.
Kami menelusuri jalan terebut
sampai menemui suatu lokasi yang mirip dengan tempat wisata. Memiliki tempat
parkir yang luas, namun jelas terlihat tempat tersebut sudah tutup dan sepi
dari pengunjung. saat itu sekitar pukul 9 malam, ada seorang kakek yang duduk
seorang diri menggunakan pakian hitam hitam lengkap dengan sarung yang
diselempangkan. Mirip sekali dengan penjaja vila yang sering ditemui di daerah
puncak. Kami diantarkan menuju kantor pengelola oleh kakek tersebut, ternyata
kami sudah sampai di lokasi yang kami tuju.
Kami diantar melihat lihat
cottage yang hampir seluruhnya terbuat dari kayu. Ada empat cottage di lokasi
tersebut. Tiga diataranya dibangunn di tanah yang miring sehingga sebagian dari
bangunannya tampak seperti rumah panggung. udara yang sejuk namun tidak
sedingin di dareah pegunungan terasa. Cottage seharga Rp 400.000,00 per malam
pada akhir pekan dan Rp 250.000,00 pada hari biasa itu kami pilih. Memiliki
sebuah ranjang King size dan sebuah kamar mandi, cottage yang cukup untuk
menampung 20 orang ini memiliki sebuah meja dan sofa sebagai ruang tamu.
Bentangan karpet bisa digunakan alas tidur, tapi untuk kenyamanan kami memesan
tiga buah bed tambahan seharga Rp 50.000,00 per bed. Harga sewa cottage sudah
termasuk dengan tiket waterpark untuk dua orang. Tambahan tiket waterpark
didapat dari penambahan bed yang kami pesan. Cottage ini juga dilengkapi
dispenser air panas dilengkapi beberapa buah piring dan gelas yang bisa kami
gunakan. Pemandangan dari balkon cottage ini pun cukup menenangkan, mengarah ke
bukit yang terhampar sawah - sawah padi di kakinya.
Pagi harinya kami berfoto
berlatarkbelakangkan bukit yang menjulang. Saat fajar tiba tadi, udara dingin
yang menusuk menyambut terbukanya mata kami. Kami berjalan jalan keluar
cottage, menikmati dinginnya udara dataran yang tingginya sekitar 500m dari
permukaan laut ini. Tripod yang selalu dibawa saat jalan jalan seperti ini
akhirnya terpakai juga. Sayangnya ada sedikit kekurangan saat pengambilan
gambar, jadi ada yang kurang.
Setelah berfoto, kami berniat
naik keatas. Kabarnya ada tempat semacam cafe dipuncak sana. Karena terlalu
jauh, akhirnya kami menggunakan mobil naik keatas. Jalan yang menancak ciri
khas pegunungan dilahap berikut jalan berbatu disebagian ruas jalan oleh roda -
roda kami. Kami melewati komplek cottage yang lebih tinggi dan terlihat lebih
mahal, tapi bisa saya pastikan bila cottage ini kosong. Lebih naik lagi ada
perumahan kecil, khas rumah murah. Memang sepanjang jalan masuk ke Kampung Toga
ini banyak rumah - rumah kecil khas daerah pinggiran kota. Perjalanan kami
mencari cafe dipuncak gunung usai setelah kami bertanya pada warga yang melintas.
Kami ditunjukkan arah, yang ternyata menuntun kami kearah pulang. Keberadaan
cafe dipuncak benar adanya, tapi ini lebih tepat bila kita sebut warung kopi.
Beruba gubuk warung kecil yang dibangun dibawah pohon tepat di bibir jurang.
Perjalanan mencari cafe segera
digantikan perjalanan menurun menuju daerah yang lebih ramai untuk mencari
sarapan. Bubur ayam di pinggir jalan, tepat disebrang perumahan model townhouse
yang sedang dibangun. Bila kita melihat kearah lain, hamparan sawah padi luas
yang masih hijau. Juga bukit yang baru saja kita jajaki saat mencari cafe
diatas gunung.
Kembali ke cottage, segera
mengambil perlengkapan yang diperlukan. Kemudian kembali ke jalan dan
menyebrang jalan yang sepi. Akhirnya, Berenang! Tapi pertanyaannya adalah, ini dimana
pintu masuknya? sebuah gerbang besar bertuliskan parkir motor menjadi pintu
masuk kami ke wahana air ini. Penunjuk jalan ke arah kolam renang yang dibanugn
dsebuah bukit ini ternyata memiliki sebuah restoran lesehan diatasnya. Sepi
sekali, hanya terlintas beberapa petugas sedang membersihkan area wisata. Saya
mencari tahu ke tiket masuk yang juga masih kosong. Tidak mau menunggu lebih
lama, akhirnya kami masuk ke area kolam renang. Ternyata kolam renang buka jam
8 pagi, dan saat ini belum jam 8 . Masih kurang sedikit. Ada satu buah kolam
anak yang terbengkalai tidak berfungsi lagi. Saya kira kolam ini tidak
berfungsi karena tidak ada fasilitas pendukung disekitarnya seperti tempat
duduk ataupun gazebo untuk meletakkan barang juga bersantai. Apalagi kolam ini
terlihat seperti kolam anak bila dilihat dari design dan waterslide yang
terbengkalai.
Sembari menunggu, kami
mencelupkan kaki ke dalam kolam berair hijau. Banyak ikan-ikan yang agressif
mendekati dan menggigiti kaki kami. Kolam terapi gratis ini menjadi penghibur
dikala menunggu petugas selesai membersihkan area. Waktu yang sudah menunjukkan
pukul 8 lebih tidak menjadi masalah, karena terapi seperti ini jarang-jarang
bisa didapatkan. Karena biasanya kan digigit
nyamuk, bukan digigit ikan.
Waterpark ini punya 5 kolam, 2
diantaranya ada yang tidak berfungsi ada yang rusak. Sangat disayangkan,
waterslide dari atas bukit yang cukup panjang berbelok - belok menyusuri bukit
sedang rusak. Air kolam tempat mendaratnya pun terlihat kotor tidak terawat. Kolam
yang paling awal kami temui, memiliki waterslide race yang terdiri dari tiga
buah slider. slider ini tidak lurus, tapi ada sedikit belokan sehingga bila
kita merosot diatasnya akan terasa terlempar kesamping saat kecepat tinggi
meuju kolam dibawah. Belom lagi kejutan di ujung slider yang memberikan efek
memantul pada pengguna. Berujung pada kolam 70cm yang berair segar. Semakin
menjauh dari landasan slider, kolam makin dalam hingga 100cm dan 175 cm
berurutan.
Kolah dibawahnya kolam anak,
tidak lebih dari 40cm kolam ini bisa
dinikmati dengan menyewa ban, papan luncur, bahkan perahu kecil. Kolam
ini juga memilik perosotan kecil yang bisa digunakan. disebelahnya, ada kolam
khusus balita , hanya sekitar 20-30 cm, terdapat ember tumpah dan banyak
perosotan perosotan kecil berbagai macam. Dipinggirnya beberapa gazebo bisa
disewa. Paling bawah, ada sebuah kolam setengah olympic, hanya terdapat tiga
jalur. panjangnya sekitar 25 meter dengan leber tidak mencapai 10 meter. Tentu
saja, kamera yang saya bawa dipergunakan sehabis mungkin ditempat ini. Denga
persiapan waterproof case yang selalu dibawa, sudah pasti disini akan banyak
yang bisa diabadikan. Kolam renang yang sejak awal kami datang masih sepi,
hanya segelintir pengunjung datang mulai ramai ketika kami menyudahi acara main
air. diluar ternyata sudah ada bus besar yang berhenti sejenak menurunkan
penumpangnya. Kami pun kembali ke cottage, dan beristirahat sejenak. Udara yang
tidak begitu dingin mulai terganggu hawa panas dari matahari yang cukup terik
saat itu.
perjalanan ke curug
Sejenak kami istirahat di
cottage, sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Curug Sabuk,
menurut pemilik mini market disebelah tukang bubur kita sarapan tadi pagi.
Curug Sabuk dapat dicapai dengan mengambil jalan lurus saat ke Kampung Toga
kita mengambil kanan. Kami mengikuti informasi yang diberikan pemilik mini
market tersebut. Bagai membelah persawahan, mobil kami berjalan di sebuah jalan
kecil yang hanya pas satu buah mobil, beruntung jalan ini dibeton dan masih
terdapat sisa 1 meter di tiap sisi, sehingga memungkinkan bila ada kendaraan
dari arah sebaliknya. Menyusuri jalan perkampungan yang terbilang cukup baik
ini, hingga kami berhenti untuk mencari informasi. Bertanya pada warga sekitar
yang tengah beraktvitas disebuah warung, mereka menuturkan bila perjalanan kami
telah usai. Kendaraan yang kami bawa bisa diparkir disekar sini. Tapi yang
menjadi pertanyaan, didaerah ini tidak ada terlihat fasilitas maupun
infrastruktur wisata lainnya. Ini adalah perkampungan warga sekitar. Saya kira
curug ini belum dikelola untuk tempat wisata. Pertanyaan saya terjawab ketika
warga yang tengah berkumpul itu, menanyakan apabila kami memiliki pemandu. Saya
katakan tidak ada, serempak para warga itu mengisyarakat lebih baik jangan.
Perjalanan yang ditempuh selanjutnya hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, dan
lokasinya memerlukan pemandu.
Berarti ini lah akhir perjalanan
pencarian Curug Sabuk. Kami harus memutar, tapi jalan ini terlalu kecil. Kami
naik makin keatas, mencari spot untuk memutar kendaraan. Makin naik, jalanan
masih terlihat bagus. Ada sebuah lapangan bola yang cukup besar, disebelahnya
sebuah kantor kepala desa bercokol begitu tenang tanpa ada hiruk pikuk
kegiatan. Melihat masih ada tanjakan lagi, kami penasaran dan berniat memutar
diatas. Tapi selepas kantor kepala desa, jalanan tidak lagi sama. Jalanan beton
yang rapih, berubah menjadi jalan pasir. Masih lebih baik dibanding jalan
berlubang, tapi yang menjadi masalah tajakkan ini ekstreem. Dengan kemiringan
yang cukup curam, mobil harus menikung lebih dari 90 derjat, benar - benar
belokan maut. Diatas ternyata ada sebuah pemakaman. Udara makin terasa panas,
jalan pun tampaknya tidak ada lagi tanda - tanda kehidupan berarti kecuali
gubuk gubuk tempat penyimpanan hasil kebun dan hutan. Kami memutar, dan kembali
ke bawah.
Menuju kebawah, kembali ke kota
sumedang. Niat untuk berziarah di makan Cut Nyak dien kami urungkan karena
terlanjur terlewat. Kami memiliki tujuan baru sekarang, yaitu curug sindulang
yang masih berjarak 11 Km lagi. Tapi karena dirasa sudah terlalu siang, dan
kami besok hari senin. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung pulang.
Sebelum pulang, kami sempatkan
berhenti di sentra oleh-oleh. Kurang rasanya pulang tanpa tahu, bila kita dari
Sumedang. Tahu didapat, tapi rasanya kok kurang. Karena berhenti di produsen
tahu, tidak banyak variasi oleh -oleh lain yang bisa didapat. Sebelum kami
memasuki tol purbaleunyi, mobil berhenti lagi untuk mencari oleh - oleh lain.
Di tempat ini kami harus memutar jauh untuk masuk ke jalan tol. Ada satu hal
yang kami sadari, sejak awal berangkat mulai dari tempat ini banyak sekali kami
temui entah itu pom bensin, restauran, BPR, bengkel, madrasah, masjid dan unit
usaha lainnya yang mengusung nama yayasan islam. Ternyata di lokasi ini lah,
yayasan ini tampak mendirikan pusatnya. Nama yayasan itu tersebar di bisni -
bisnis besar di daerah ini. Sekilas tampak indah, ketika para pengusaha ini
adalah seorang muslim yang juga menjalankan suatu madrasah, Insya Allah.
Akhirnya perjalanan pun kontras
sangat lancar, jalan panjang dengan persawahan sebagai pemanisnya. Jalan tol
purbaleunyi dengan nyaman kami lalui saat matahari masih bersinar. Memasuki
jalur turunanpanjang, perjalanan menjadi lebih cepat dan lebih berbahaya. Tidak
lama ada telepon, mobil merah mengalami kerusakan di KM114. Kami diminta
menunggu di rest area terdekat. Kami berhenti di rest area 97. Mobil merah
mengalami kerusakan pada ban depan kanan yang memang sudah terlihat miring
sejak awal pemberangkatan. Setelah memberikan instruksi pada sang driver,
akhirnya mobil merah di derek oleh petugas. Dan kami janjian bertemu di pintu
tol jatiluhur.
Di pintu tol kami menunggu, kami
memarkir kendaraan di tempat parkir pos petugas TOL. Ada sebuah avanza hitam
yang berhenti ditengah jalan, ternyata mobil itu mengalami kerusakan.
Pengendara yang hanya sendiri itu mendorong kendaraan ke pinggir, kami yan
gmelihat itu bergegas membantu. ternyata mobil itu mengalami kerusakan pada
preseneling. Yang menurut ayahanda, disebabkan keusangan komponen.
Beberapa belas menit kemudian,
mobil merah yang berjalan hanya dengan dua roda keluar dari tol. dan terus
melaju seperti melupakan kami. Kami mengikuti mobil derek tersebut yang
berhenti disebuah bengkel di pinggir jalan. Jalan yang cukup ramai, ramai akan
kegiatan lalu lalang yang didominasi truk besar. Bengkel ini cukup luas, kami
diterima pegawai bengkel paruh baya yang terlihat kerja keras dengan seragam
penuh noda oli. Masuk ke bengkel, mobil segera dicari sumber masalahnya. Dari
caranya bekerja yang kurang cekatan, ternyata pegawai bengkel ini hanyalah
kernet di bengkel ini. Bisa dibilang hanya assisten, belum sepenuhnya paham
dengan permesinan.
Mobil di dongkrak, ternyata
klaharnya patah. Ada lagi hal yang mengganjal, apa tersedia klahar disini?
Asisten montir tidak bisa menjawab, karena pemiliki sedang kondangan. Sedangkan
gudang ditutup selama beliau tidak ada. Tapi sebelum membuka klahar, kami harus
membuka baut yang mengaitkan roda dengan as. Ternyata baut ini tidak mau
terbuka, teorinya adalah baut ini terputar sangat kencang karena putaran roda
yang berputar kearah kanan. Sehingga baut ini melekat keras. Tentu saja baut
ini terbuat dari baja. Mulai dari 3 kami disana, PR yang tidak mudah adalah
membuka baut baja ini. Beruntung, saya memilik ayah seorang montir dengan
kreativitas cukup tinggi. Beliau memulai pembukaan baut itu dengan memahatnya.
karena pahat yang tersedia kurang mumpuni, proses berjalan lambat. Apalagi ini
adalah baja. Tidak putus akal, melihat adanya alat las, baut pun di las. Namun
las yang ada memiliki mata yang kecil, yang biasa digunakan untuk body mobil.
Untuk memotong baja seperti ini butuh mata las yang lebih besar.
Bukan berarti tidak bisa, baut
pun mencari sedikit demi sedikit. Memberikan celah untuk membantu pahat memecah
baut ini. Hingga matahari mulai terbenam, akhirnya pemilik bengkel tiba. Tapi
tampak tidak memberikan kontribusi karena dirasa sudah ada yang mengerjakan.
Magrib pun tiba, bermodalkan bohlam kecil yang di design khusus ayahanda yang
bisa digunakan dengan sumber listrik di dashboard mobil. Pekerjaan memotong
baut ini masih berlangsung. Akhirnya ayahanda meminta grinda, dengan grinda
memotong bagian yang meleleh sedikit lebih mudah.
Kami sekeluarga pun pergi makan
setelah shalat maghrib. Berjalan sekitar 200 meter, kami makan disebuah warung
padang. Tidak ada yang menjual makanan yang cukup dekat. Disini di dominasi
bengkel sebagai bisnis.
Selesai kami makan, akhirnya baut
pun sudah terputus dan bisa dibuka. Tapi ada masalah lain, ternyata ujung as
nya terdapat penyok akibat proses pemotongan baut. Sehingga baut yang baru pun
tidak dapat dimasukkan. Baut dan as tersedia di bengkel ini. Setelah pemilik
bengkel yang ternyata seorang wanita dengan bajuh jubahnya mengambilnya di
toko. Wanita itu juga tampak memahami seluk beluk mesin, tidak heran dengan
keterampilan yang dimilikinya. Jikan melihat bila bengkel ini menyediakan
mushola yang cukup baik, dan beberapa majalah gontor yang bisa dibaja.
Ujung as di pahat sdemikian rupa
oleh ayahanda. Hingga akhirnya memungkinkan untuk memasukkan as. Pekerjaan pun
selesai.Klahar dan roda dipasang, demikian dengan baut as. Perjalanan pulang
kami lanjutkan. Selesan memperbaiki sekitar pukul 21. Kami tiba dirumah sekitar
pukul 23 lebih.
Pelajarannya adalah, UNDERSTAND YOUR RIDE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar