Laman

Rabu, 03 September 2014

Trip to Sumedang, Kampung Toga

Sebuah kota di Jawa Barat yang terkenal akan jajanan tahu. Memiliki suatu perkampungan yang disebut Kampung Toga. Awalnya kami ingin menuju sebuah pemandian air panas yang ada di Sumedanag, namun setelah mencari tahu lebih lanjut ternyata tempat wisata tersebut kurang bagus menurut beberapa artikel di internet.

Perjalanan kali ini bukan jalan - jalan seperti biasanya. Vakansi kali ini adalah permintaan dari nenek kami tercinta yang ingin diajak jalan-jalan. Seorang nenek yang telah memilki empat generasi di bawahnya. Sehingga demi mewujudkan keinginan beliau, bukan hanya keluarga saya, tapi keluarga bibi juga ikut. Dua mobil kami gunakan, semua yang ikut berjumlah 14 orang yang dua diantaranya masih bayi dan juga balita.

Perjalanan dimulai dari pukul empat sore 24 Agustus 2014 dari Jakarta. Melalui tol Lingkar Luar kemudian melanjutkan ke tol Cikampek sampai ke Tol Purbaleunyi. Hari semakin gelap ketika roda-roda mobil kami bergulir menyusuri aspal Tol yang terkenal dengan jalan tanjakan dan juga turunan yang amat panjang. Kami istirahat untuk shalat maghrib di rest area 147, rest area yang sama ketika kami menuju Garut. Saat itu rest area terbilang ramai, namun penjaja makanan hanya beberapa yang masih beroperasi. Ada keunikan yang saya temui di rest area ini. Untuk pertama kalinya saya menemui sebuah mushalla di rest area yang memisahkan jamaah yang shalat fardu dengan jamaah yang shalat Jama'. Ketika masuk ke pintu mushala, ada sebuah tiang yang memilki penunjuk arah yang memisahkan jamaah.



masuk ke kota sumedang
Selepas jalan tol, kami dihadapi padatnya arus kendaraan yang ternyata imbas dari perbaikan sisi jalan dibeberapa ruas jalan dimana IPDN berlokasi. Selebihnya perjalanan malam kami lancar tanpa hambatan berarti. Sampai kami diarahkan menuju arah lain karena ada pengalihan arus, setelah saya amati di Google Maps ternyata kami harus memutar karena ada sesuatu di balai kota. Tanpa ada pengalaman maupun informasi pasti mengenai lokasi kampugn tersebut, kami beberapa kali harus bertanya pada warga sekitar. Bila datang dari arah cileunyi, setelah memasuki kota sumedang dengan ditandai balai kota, kita akan melewati polres dan ambil kanan dengan BRI sebagi patokan. Dari jalan tersebut lurus saja hingga menemukan pertigaan, lalu belok kanan. Telusuri jalan hingga belok kiri di jalan Gunung Puyuh Kemudian lurus hingga nanti kita akan menemui sebuah Struktur huruf besar bertuliskan "kampung Toga" berwarna merah. Kemudian belok kanan dan terus lurus.

Kami menelusuri jalan terebut sampai menemui suatu lokasi yang mirip dengan tempat wisata. Memiliki tempat parkir yang luas, namun jelas terlihat tempat tersebut sudah tutup dan sepi dari pengunjung. saat itu sekitar pukul 9 malam, ada seorang kakek yang duduk seorang diri menggunakan pakian hitam hitam lengkap dengan sarung yang diselempangkan. Mirip sekali dengan penjaja vila yang sering ditemui di daerah puncak. Kami diantarkan menuju kantor pengelola oleh kakek tersebut, ternyata kami sudah sampai di lokasi yang kami tuju.

Kami diantar melihat lihat cottage yang hampir seluruhnya terbuat dari kayu. Ada empat cottage di lokasi tersebut. Tiga diataranya dibangunn di tanah yang miring sehingga sebagian dari bangunannya tampak seperti rumah panggung. udara yang sejuk namun tidak sedingin di dareah pegunungan terasa. Cottage seharga Rp 400.000,00 per malam pada akhir pekan dan Rp 250.000,00 pada hari biasa itu kami pilih. Memiliki sebuah ranjang King size dan sebuah kamar mandi, cottage yang cukup untuk menampung 20 orang ini memiliki sebuah meja dan sofa sebagai ruang tamu. Bentangan karpet bisa digunakan alas tidur, tapi untuk kenyamanan kami memesan tiga buah bed tambahan seharga Rp 50.000,00 per bed. Harga sewa cottage sudah termasuk dengan tiket waterpark untuk dua orang. Tambahan tiket waterpark didapat dari penambahan bed yang kami pesan. Cottage ini juga dilengkapi dispenser air panas dilengkapi beberapa buah piring dan gelas yang bisa kami gunakan. Pemandangan dari balkon cottage ini pun cukup menenangkan, mengarah ke bukit yang terhampar sawah - sawah padi di kakinya.



Pagi harinya kami berfoto berlatarkbelakangkan bukit yang menjulang. Saat fajar tiba tadi, udara dingin yang menusuk menyambut terbukanya mata kami. Kami berjalan jalan keluar cottage, menikmati dinginnya udara dataran yang tingginya sekitar 500m dari permukaan laut ini. Tripod yang selalu dibawa saat jalan jalan seperti ini akhirnya terpakai juga. Sayangnya ada sedikit kekurangan saat pengambilan gambar, jadi ada yang kurang.


Setelah berfoto, kami berniat naik keatas. Kabarnya ada tempat semacam cafe dipuncak sana. Karena terlalu jauh, akhirnya kami menggunakan mobil naik keatas. Jalan yang menancak ciri khas pegunungan dilahap berikut jalan berbatu disebagian ruas jalan oleh roda - roda kami. Kami melewati komplek cottage yang lebih tinggi dan terlihat lebih mahal, tapi bisa saya pastikan bila cottage ini kosong. Lebih naik lagi ada perumahan kecil, khas rumah murah. Memang sepanjang jalan masuk ke Kampung Toga ini banyak rumah - rumah kecil khas daerah pinggiran kota. Perjalanan kami mencari cafe dipuncak gunung usai setelah kami bertanya pada warga yang melintas. Kami ditunjukkan arah, yang ternyata menuntun kami kearah pulang. Keberadaan cafe dipuncak benar adanya, tapi ini lebih tepat bila kita sebut warung kopi. Beruba gubuk warung kecil yang dibangun dibawah pohon tepat di bibir jurang.

Perjalanan mencari cafe segera digantikan perjalanan menurun menuju daerah yang lebih ramai untuk mencari sarapan. Bubur ayam di pinggir jalan, tepat disebrang perumahan model townhouse yang sedang dibangun. Bila kita melihat kearah lain, hamparan sawah padi luas yang masih hijau. Juga bukit yang baru saja kita jajaki saat mencari cafe diatas gunung.


Kembali ke cottage, segera mengambil perlengkapan yang diperlukan. Kemudian kembali ke jalan dan menyebrang jalan yang sepi. Akhirnya, Berenang! Tapi pertanyaannya adalah, ini dimana pintu masuknya? sebuah gerbang besar bertuliskan parkir motor menjadi pintu masuk kami ke wahana air ini. Penunjuk jalan ke arah kolam renang yang dibanugn dsebuah bukit ini ternyata memiliki sebuah restoran lesehan diatasnya. Sepi sekali, hanya terlintas beberapa petugas sedang membersihkan area wisata. Saya mencari tahu ke tiket masuk yang juga masih kosong. Tidak mau menunggu lebih lama, akhirnya kami masuk ke area kolam renang. Ternyata kolam renang buka jam 8 pagi, dan saat ini belum jam 8 . Masih kurang sedikit. Ada satu buah kolam anak yang terbengkalai tidak berfungsi lagi. Saya kira kolam ini tidak berfungsi karena tidak ada fasilitas pendukung disekitarnya seperti tempat duduk ataupun gazebo untuk meletakkan barang juga bersantai. Apalagi kolam ini terlihat seperti kolam anak bila dilihat dari design dan waterslide yang terbengkalai.




Sembari menunggu, kami mencelupkan kaki ke dalam kolam berair hijau. Banyak ikan-ikan yang agressif mendekati dan menggigiti kaki kami. Kolam terapi gratis ini menjadi penghibur dikala menunggu petugas selesai membersihkan area. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 8 lebih tidak menjadi masalah, karena terapi seperti ini jarang-jarang bisa  didapatkan. Karena biasanya kan digigit nyamuk, bukan digigit ikan.



Waterpark ini punya 5 kolam, 2 diantaranya ada yang tidak berfungsi ada yang rusak. Sangat disayangkan, waterslide dari atas bukit yang cukup panjang berbelok - belok menyusuri bukit sedang rusak. Air kolam tempat mendaratnya pun terlihat kotor tidak terawat. Kolam yang paling awal kami temui, memiliki waterslide race yang terdiri dari tiga buah slider. slider ini tidak lurus, tapi ada sedikit belokan sehingga bila kita merosot diatasnya akan terasa terlempar kesamping saat kecepat tinggi meuju kolam dibawah. Belom lagi kejutan di ujung slider yang memberikan efek memantul pada pengguna. Berujung pada kolam 70cm yang berair segar. Semakin menjauh dari landasan slider, kolam makin dalam hingga 100cm dan 175 cm berurutan.


Kolah dibawahnya kolam anak, tidak lebih dari 40cm kolam ini bisa  dinikmati dengan menyewa ban, papan luncur, bahkan perahu kecil. Kolam ini juga memilik perosotan kecil yang bisa digunakan. disebelahnya, ada kolam khusus balita , hanya sekitar 20-30 cm, terdapat ember tumpah dan banyak perosotan perosotan kecil berbagai macam. Dipinggirnya beberapa gazebo bisa disewa. Paling bawah, ada sebuah kolam setengah olympic, hanya terdapat tiga jalur. panjangnya sekitar 25 meter dengan leber tidak mencapai 10 meter. Tentu saja, kamera yang saya bawa dipergunakan sehabis mungkin ditempat ini. Denga persiapan waterproof case yang selalu dibawa, sudah pasti disini akan banyak yang bisa diabadikan. Kolam renang yang sejak awal kami datang masih sepi, hanya segelintir pengunjung datang mulai ramai ketika kami menyudahi acara main air. diluar ternyata sudah ada bus besar yang berhenti sejenak menurunkan penumpangnya. Kami pun kembali ke cottage, dan beristirahat sejenak. Udara yang tidak begitu dingin mulai terganggu hawa panas dari matahari yang cukup terik saat itu.










perjalanan ke curug
Sejenak kami istirahat di cottage, sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Curug Sabuk, menurut pemilik mini market disebelah tukang bubur kita sarapan tadi pagi. Curug Sabuk dapat dicapai dengan mengambil jalan lurus saat ke Kampung Toga kita mengambil kanan. Kami mengikuti informasi yang diberikan pemilik mini market tersebut. Bagai membelah persawahan, mobil kami berjalan di sebuah jalan kecil yang hanya pas satu buah mobil, beruntung jalan ini dibeton dan masih terdapat sisa 1 meter di tiap sisi, sehingga memungkinkan bila ada kendaraan dari arah sebaliknya. Menyusuri jalan perkampungan yang terbilang cukup baik ini, hingga kami berhenti untuk mencari informasi. Bertanya pada warga sekitar yang tengah beraktvitas disebuah warung, mereka menuturkan bila perjalanan kami telah usai. Kendaraan yang kami bawa bisa diparkir disekar sini. Tapi yang menjadi pertanyaan, didaerah ini tidak ada terlihat fasilitas maupun infrastruktur wisata lainnya. Ini adalah perkampungan warga sekitar. Saya kira curug ini belum dikelola untuk tempat wisata. Pertanyaan saya terjawab ketika warga yang tengah berkumpul itu, menanyakan apabila kami memiliki pemandu. Saya katakan tidak ada, serempak para warga itu mengisyarakat lebih baik jangan. Perjalanan yang ditempuh selanjutnya hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, dan lokasinya memerlukan pemandu.

Berarti ini lah akhir perjalanan pencarian Curug Sabuk. Kami harus memutar, tapi jalan ini terlalu kecil. Kami naik makin keatas, mencari spot untuk memutar kendaraan. Makin naik, jalanan masih terlihat bagus. Ada sebuah lapangan bola yang cukup besar, disebelahnya sebuah kantor kepala desa bercokol begitu tenang tanpa ada hiruk pikuk kegiatan. Melihat masih ada tanjakan lagi, kami penasaran dan berniat memutar diatas. Tapi selepas kantor kepala desa, jalanan tidak lagi sama. Jalanan beton yang rapih, berubah menjadi jalan pasir. Masih lebih baik dibanding jalan berlubang, tapi yang menjadi masalah tajakkan ini ekstreem. Dengan kemiringan yang cukup curam, mobil harus menikung lebih dari 90 derjat, benar - benar belokan maut. Diatas ternyata ada sebuah pemakaman. Udara makin terasa panas, jalan pun tampaknya tidak ada lagi tanda - tanda kehidupan berarti kecuali gubuk gubuk tempat penyimpanan hasil kebun dan hutan. Kami memutar, dan kembali ke bawah.

Menuju kebawah, kembali ke kota sumedang. Niat untuk berziarah di makan Cut Nyak dien kami urungkan karena terlanjur terlewat. Kami memiliki tujuan baru sekarang, yaitu curug sindulang yang masih berjarak 11 Km lagi. Tapi karena dirasa sudah terlalu siang, dan kami besok hari senin. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung pulang.

Sebelum pulang, kami sempatkan berhenti di sentra oleh-oleh. Kurang rasanya pulang tanpa tahu, bila kita dari Sumedang. Tahu didapat, tapi rasanya kok kurang. Karena berhenti di produsen tahu, tidak banyak variasi oleh -oleh lain yang bisa didapat. Sebelum kami memasuki tol purbaleunyi, mobil berhenti lagi untuk mencari oleh - oleh lain. Di tempat ini kami harus memutar jauh untuk masuk ke jalan tol. Ada satu hal yang kami sadari, sejak awal berangkat mulai dari tempat ini banyak sekali kami temui entah itu pom bensin, restauran, BPR, bengkel, madrasah, masjid dan unit usaha lainnya yang mengusung nama yayasan islam. Ternyata di lokasi ini lah, yayasan ini tampak mendirikan pusatnya. Nama yayasan itu tersebar di bisni - bisnis besar di daerah ini. Sekilas tampak indah, ketika para pengusaha ini adalah seorang muslim yang juga menjalankan suatu madrasah, Insya Allah.



Akhirnya perjalanan pun kontras sangat lancar, jalan panjang dengan persawahan sebagai pemanisnya. Jalan tol purbaleunyi dengan nyaman kami lalui saat matahari masih bersinar. Memasuki jalur turunanpanjang, perjalanan menjadi lebih cepat dan lebih berbahaya. Tidak lama ada telepon, mobil merah mengalami kerusakan di KM114. Kami diminta menunggu di rest area terdekat. Kami berhenti di rest area 97. Mobil merah mengalami kerusakan pada ban depan kanan yang memang sudah terlihat miring sejak awal pemberangkatan. Setelah memberikan instruksi pada sang driver, akhirnya mobil merah di derek oleh petugas. Dan kami janjian bertemu di pintu tol jatiluhur.


Di pintu tol kami menunggu, kami memarkir kendaraan di tempat parkir pos petugas TOL. Ada sebuah avanza hitam yang berhenti ditengah jalan, ternyata mobil itu mengalami kerusakan. Pengendara yang hanya sendiri itu mendorong kendaraan ke pinggir, kami yan gmelihat itu bergegas membantu. ternyata mobil itu mengalami kerusakan pada preseneling. Yang menurut ayahanda, disebabkan keusangan komponen.

Beberapa belas menit kemudian, mobil merah yang berjalan hanya dengan dua roda keluar dari tol. dan terus melaju seperti melupakan kami. Kami mengikuti mobil derek tersebut yang berhenti disebuah bengkel di pinggir jalan. Jalan yang cukup ramai, ramai akan kegiatan lalu lalang yang didominasi truk besar. Bengkel ini cukup luas, kami diterima pegawai bengkel paruh baya yang terlihat kerja keras dengan seragam penuh noda oli. Masuk ke bengkel, mobil segera dicari sumber masalahnya. Dari caranya bekerja yang kurang cekatan, ternyata pegawai bengkel ini hanyalah kernet di bengkel ini. Bisa dibilang hanya assisten, belum sepenuhnya paham dengan permesinan.


Mobil di dongkrak, ternyata klaharnya patah. Ada lagi hal yang mengganjal, apa tersedia klahar disini? Asisten montir tidak bisa menjawab, karena pemiliki sedang kondangan. Sedangkan gudang ditutup selama beliau tidak ada. Tapi sebelum membuka klahar, kami harus membuka baut yang mengaitkan roda dengan as. Ternyata baut ini tidak mau terbuka, teorinya adalah baut ini terputar sangat kencang karena putaran roda yang berputar kearah kanan. Sehingga baut ini melekat keras. Tentu saja baut ini terbuat dari baja. Mulai dari 3 kami disana, PR yang tidak mudah adalah membuka baut baja ini. Beruntung, saya memilik ayah seorang montir dengan kreativitas cukup tinggi. Beliau memulai pembukaan baut itu dengan memahatnya. karena pahat yang tersedia kurang mumpuni, proses berjalan lambat. Apalagi ini adalah baja. Tidak putus akal, melihat adanya alat las, baut pun di las. Namun las yang ada memiliki mata yang kecil, yang biasa digunakan untuk body mobil. Untuk memotong baja seperti ini butuh mata las yang lebih besar.

Bukan berarti tidak bisa, baut pun mencari sedikit demi sedikit. Memberikan celah untuk membantu pahat memecah baut ini. Hingga matahari mulai terbenam, akhirnya pemilik bengkel tiba. Tapi tampak tidak memberikan kontribusi karena dirasa sudah ada yang mengerjakan. Magrib pun tiba, bermodalkan bohlam kecil yang di design khusus ayahanda yang bisa digunakan dengan sumber listrik di dashboard mobil. Pekerjaan memotong baut ini masih berlangsung. Akhirnya ayahanda meminta grinda, dengan grinda memotong bagian yang meleleh sedikit lebih mudah.

Kami sekeluarga pun pergi makan setelah shalat maghrib. Berjalan sekitar 200 meter, kami makan disebuah warung padang. Tidak ada yang menjual makanan yang cukup dekat. Disini di dominasi bengkel sebagai bisnis.


Selesai kami makan, akhirnya baut pun sudah terputus dan bisa dibuka. Tapi ada masalah lain, ternyata ujung as nya terdapat penyok akibat proses pemotongan baut. Sehingga baut yang baru pun tidak dapat dimasukkan. Baut dan as tersedia di bengkel ini. Setelah pemilik bengkel yang ternyata seorang wanita dengan bajuh jubahnya mengambilnya di toko. Wanita itu juga tampak memahami seluk beluk mesin, tidak heran dengan keterampilan yang dimilikinya. Jikan melihat bila bengkel ini menyediakan mushola yang cukup baik, dan beberapa majalah gontor yang bisa dibaja.


Ujung as di pahat sdemikian rupa oleh ayahanda. Hingga akhirnya memungkinkan untuk memasukkan as. Pekerjaan pun selesai.Klahar dan roda dipasang, demikian dengan baut as. Perjalanan pulang kami lanjutkan. Selesan memperbaiki sekitar pukul 21. Kami tiba dirumah sekitar pukul 23 lebih.


Pelajarannya adalah, UNDERSTAND YOUR RIDE.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar