Laman

Jumat, 29 Juli 2011

sedikit pengalaman dari keluarga urbanis

Di pertengahan bulan ini, (juli 2011) saya mendapatkan kabar di pagi hari yang mengharuskan untuk segera kerumah salah satu teman kuliah. Jadwal presentasi di depan panitia Olim Ui saya tangguhkan hingga urusan genting ini selesai.

Berangkat ke Curug parung, saya mendapati rumah yang saya tuju penuh dan terpasang bendera kecil berwarna kuning dari kertas di pagar rumahnya. Bahasa salah satu daerah terdengar dominan didalam rumah yang tengah berduka. Saya masuk untuk menemui teman saya juga Ibunya.



Tidak lama berselang, jenazah dipindahkan ke pekarangan rumah yang telah siap tempat memandikan yg telah siap ditutupi beberapa kain melintang membatasi pandangan.

Prosesi pemandian jenazah dilakukan hampir sepenuhnya oleh pihak keluarga. Hanya ada 1 atau 2 warga sekitar yang membantu. Dalam pengurusan jenazah memang sudah diperintahkan untuk mengutamakan pihak keluarga.

Setelah dikafani, jenazah dishalati dan dibawa ke lokasi penguburan. Seluruh prosesi dilakukan keluarga dan dibantu pekerja gali kubur. Yang menjadi perhatian saya ketika proses penguburan selesai. Disana tidak ada ustad atau alim ulama lainnya yang akan memimpin doa.

Beberapa kemungkinan muncul dikepala saya, mungkin hanya miskoordinasi. Hingga akhirnya ada salah satu dari pihak keluarga yg memimpin doa.

Saya bukan mempertanyakan, tapi saya hanya bingung. Kebetulan saya warga asli, dan belum pernah menemui hal seperti demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar