Laman

Minggu, 15 Juli 2018

Sudah Seharusnya Para Suami Menyaksikkan Proses Persalinan Anak-anak Mereka

Ini berarti kali ketiga istri saya masuk IGD karena kandungannya. Kandungannya terasa mulai kontraksi, lagi. Sekitar jam8 pagi kami berangkat dari rumah Kebagusan ke RS terdekat. Hanya saja kali ini ngga bilang orang rumah kalo mau ke IGD. Sudah ada pendarahan lagi, walau belum terlalu banyak.

Sengaja ngga bilang bilang, karena saat ke IGD yg kedua itu baru pembukaan satu. Dan disarankan pulang lagi sama bidannya. Waktu itu diantar ayah bunda, nemenin, sampe akhirnya disarankan pulang.

Sejak kepulangan dari IGD yg kedua itu, beberapa hari selanjutnya kontraksi maupun pendarahan tampak tak ada kemajuan. Bahkan hampir ngga ada kontraksi. Memberikan kesan bila pembukaan ini akan lama, membuka peluang dilakukan Caesar. Yah komentar komentar sejenis yg sering muncul. Menekan mental istri , khawatir mempengaruhi perkembangan.

Senyum pun terukir di wajah kami, ketika bidan memberitahu bila sudah pembukaan dua. Berarti ada kemajuan, walau terhitung lama. Optimis kembali bersemi, dan tidak sabar menanti buah hati. Pembukaan dua bukan posisi yang menjanjikan untuk ditunggu di RS. Bidan memberi opsi untuk pulang atau menunggu dirumah. Kami memutuskan untuk tetap di RS dan menunggu perkembangan di VK.

Sebelum naik ke VK, bidan IGD menyampaikan bila akan dilakukan induksi. Terbesit rasa ingin menolak dan meminta penjelasan lebih, tapi saya urungkan dan mengkonfirmasi secara lisan. Instruksi dari dokter SpOG yang rutin kami datangi untuk kontrol. Saya hanya bisa berharap, prosesnya akan lancar dan tidak memberikan kesulitan bagi istri.

Di ruang yang terjaga kebersihannya, Istri ditempatkan didalam ruang berpintu otomatis. Ada satu pasien lagi di dalamnya, yang tidak lama dipindahkan karena sepertinya perawatan yang dilakukan berhasil. Kami di edukasi bila induksi dilakukan per6 jam. Jadi apabila dalam 6 jam tidak berhasil, maka akan dilakukan induksi lanjutan.

Bermula dari pembukaan dua, sekitar 2-3jam kemudian ada perkembangan menjadi pembukaan 4. Bidan menyarankan untuk makan dulu, biar ada tenaga saat prosesi persalinan nanti. Harap harap cemas, menanti pembukaan selanjutnya hingga ke prosesi persalinan. Memasuki jam 4 kontraksi semakin kuat, istri pun makin sering merasakan sakit. Sebagai seorang suami  yang tidak berdaya menghadapi fenomena alam ini hanya bisa menenangkan dan meningkatkan mental.

Istri meronta-ronta sembari berteriak sesekali. Dia bilang udah mau lahiran. Saya berpikir logis, melihat progress pembukaan yang agak lama, kemungkinan belum waktunya. Masih terus teriak-teriak dan kesakitan. Akhirnya saya menanyakan ke bidan, menurut bidan memang proses kontraksi seperti itu. Saya pun sepakat dengan bidan, berpegang pada progress pembukaan sebelumnya. Satu poin pertimbangan lain, Istri belum pernah lahiran jadi tidak tau seperti apa kontraksi persalinan itu.

Jam 17 lewat, bidan pun datang keruangan dan mengecek, ternyata sudah pembukaan total. Saya yang ikut mengintip pun bisa melihat rambut dari buah hati yang ditunggu tunggu. Senyum pun terukir, Alhamdulillah tidak perlu induksi lanjutan. Dan selanjutnya mencemaskan prosesi persalinan.

Waktu waktu yang digunakan untuk teriak-teriak dan merasakan sensasi kontraksi tampaknya menguras energi sang Istri. Saya kira ini efek rasa sakit yang sangat tinggi, karena Istri jadi galak dan membentak bidan-bidan yang membantu. Kurang koperatif ketika diminta untuk membuka kaki, dengan sedikit menendang menyulitkan persalinan.

Setelah dibujuk rayu dan dibantu bidan bidan, akhirnya Istri bisa kooperatif dan bisa segera melakukan proses persalinan. Bidan yang membantu meminta saya untuk menyaksikan seluruh proses persalinan. Dengan maksud agar selalu ingat bagaimana perjuangan seorang ibu melahirkan anak dari benihnya.

Istri tidak sanggup untuk mengejan cukup lama, sehingga kepala bayi hanya bergerak keluar masuk di bibir peranakan. Sayatan pun dilakukan demi mengeluarkan sang bayi. Sekitar 10 menit perjuangan , akhirnya bayi pun terlahir. Bayi laki-laki yang sudah dinanti. 10 menit proses yang dibutuhkan dari mengejan pertama, itupun menerut istri. Karena saya pun sudah tidak begitu ingat berapa lama sebenarnya prosesnya.

 Bidan membatu mengeluarkan bayi, dengan memperluas jalan lahir dan sedikit menarik bayi ke arah jalan keluar. Perlu dilakukan mengingat sang ibu tidak bisa mengejan secara optimal. Alhamdulillah sang bayi pun bisa terlahir, bidan dengan sigap menghisap cairan ketuban yang ada di mulut bayi dengan suatu alat. Suara tangis terdengar, sesaat setelah cairan dihisap keluar. Bayi dibersihkan , dan segera skin to skin dengan ibu.

Dengan berat 3300 dan panjang 46 cm, bayi kami sehat alhamdulillah. Sang Ibu diberikan beberapa jahitan untuk menutup kembali jalan lahir yang disayat. Dan sejak saat itu , statu kami pun sudah berubah. Semua suami istri, dan bertambah menjadi orang tua.  Orang tua dari Umar Furqon Nuraziizi.

Selama proses saya selalu tenang, bukan karena saya orang yang tenang. Tapi karena memang saya harus tenang, dan tidak boleh ikut panik. Karena harus mensupport Ibu dari calon bayi. Mungkin bila saya hanya duduk dan menyaksikkan, saya bisa merasakan debaran jantung yang berdegub cepat karena excited dan khawatir serta cemas menjalani prosesnya..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar